Jika seorang wanita dalam keadaan istihadhah maka ia diperbolehkan mengerjakan shalat.Pertanyaan: Bagaimana dengan darah istihadhah, apakah najis atau tidak? Dan jika darahnya itu sering keluar di saat sesudah wuhdu dan di saat shalat, apakah itu membatalkan wudhu’nya dan harus mengulangi shalatnya lagi?
Ummu Muhammad
Jawaban:
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, kita senantiasa memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Shalawat dan salah teruntuk hamba dan utusan-Nya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Wanita yang mengalami istihadhah –yakni keluar darah terus-menerus dari farjinya di luar waktu haid atau bersambung dengan masa haid- maka dia tetap mengerjakan shalat dan puasa serta halal melakukan hubungan dengan suaminya. Hukum dirinya seperti hukum wanita suci lainnya. tidak diharamkan atasnya apa-apa yang diharamkan atas wanita haid dan nifas.
Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata: Fathimah binti jahsy datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku wanita yang sering mengalami istihadhah sehingga tak pernah suci, apa aku harus meninggalkan shalat?”
Beliau menjawab,
لَا. إِنَّمَا ذَلِكَ عِرْقٌ, وَلَيْسَ بِحَيْضٍ, فَإِذَا أَقْبَلَتْ حَيْضَتُكِ فَدَعِي اَلصَّلَاةَ, وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ اَلدَّمَ, ثُمَّ صَلِّي
“Tidak, sesungguhnya itu hanyalah penyakit dan bukan haid. Apabila datang haidmu maka tinggalkan shalat. Jika telah selesai maka bersihkan darah haidmu itu (mandi) lalu shalatlah.” (Muttafaq ‘Alaih) Dalam lafdz al-Bukhari, “Kemudian berwudhu’lah setiap kali shalat.“
Hadits di atas menunjukkan bahwa darah istihadhah adalah najis sehingga harus dibersihkan sebelum seorang wanita menegakkan shalat. Karenanya wanita mustahadhah membersihkan darah dari badan dan pakaiannya lalu berwudhu’. Ia tidak perlu menghiraukan darah yang keluar setelah wudhu hingga menegakkan shalat, karena ia berudzur dengan mengalirnya darah. Wallahu Ta’ala A’lam.