Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sifat
rahmah-Nya yang sempurna, senantiasa memberikan berbagai peringatan dan
pelajaran, agar hamba-hamba-Nya yang berbuat kemaksiatan dan kezaliman
bersegera untuk meninggalkannya dan kembali ke jalan Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Sementara hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang beriman
akan bertambah sempurna keimanannya dengan peringatan dan pelajaran
tersebut.
Namun, berbagai peringatan dan pelajaran baik berupa ayat-ayat
kauniyah maupun syar’iyah tadi tidak akan bermanfaat kecuali bagi
orang-orang yang beriman.وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Adz-Dzariyat: 55)
Di antara sekian banyak peringatan dan
pelajaran, yang paling berharga adalah tatkala seorang hamba dengan
mata kepalanya sendiri menyaksikan sakaratul maut yang menimpa
saudaranya. Sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْخَبَرُ كَالْمُعَايَنَةِ
“Tidaklah berita itu seperti orang yang
melihat langsung.” (HR. At-Tirmidzi dari Abdullah bin Umar radhiyallahu
‘anhuma. Lihat Ash-Shahihah no. 135)
Tatkala ajal seorang hamba telah sampai pada waktu yang telah Allah
Subhanahu wa Ta’ala tentukan, dengan sebab yang Allah Subhanahu wa
Ta’ala takdirkan, pasti dia akan merasakan dahsyat, ngeri, dan sakit
yang luar biasa karena sakaratul maut, kecuali hamba-hamba-Nya yang
Allah Subhanahu wa Ta’ala istimewakan. Mereka tidak akan merasakan
sakaratul maut kecuali sangat ringan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala:وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.” (Qaf: 19)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ إِلَهَ إِلَّا اللهُ، إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ
“Tidak ada sesembahan yang berhak
disembah kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya kematian ada
masa sekaratnya.” (HR. Al-Bukhari)
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
rahmah-Nya telah memberitahukan sebagian gambaran sakaratul maut yang
akan dirasakan setiap orang, sebagaimana diadakan firman-Nya:
فَلَوْلَا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ. وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ. وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لَا تُبْصِرُونَ. فَلَوْلَا إِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ. تَرْجِعُونَهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Maka mengapa ketika nyawa sampai di
tenggorokan, padahal kamu ketika itu melihat, sedangkan Kami lebih
dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa
jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala)? Kamu tidak
mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang
yang benar?” (Al-Waqi’ah: 83-87)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman, ‘Maka ketika nyawa sampai di tenggorokan’, hal itu terjadi
tatkala sudah dekat waktu dicabutnya. ‘Padahal kamu ketika itu
melihat’, dan menyaksikan apa yang dia rasakan karena sakaratul maut
itu. ‘Sedangkan Kami (para malaikat) lebih dekat terhadapnya (orang
yang akan meninggal tersebut) daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat
mereka’ (para malaikat). Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan:
Bila kalian tidak menginginkannya, kenapa kalian tidak mengembalikan
ruh itu tatkala sudah sampai di tenggorokan dan menempatkannya
(kembali) di dalam jasadnya?” (Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim, 4/99-100)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
كَلَّا إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ. وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ. وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ. وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ. إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ
“Sekali-kali jangan. Apabila nafas
(seseorang) telah (mendesak) sampai ke tenggorokan, dan dikatakan
(kepadanya): ‘Siapakah yang dapat menyembuhkan?’, dan dia yakin bahwa
sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia), dan bertaut betis
(kiri) dengan betis (kanan), kepada Rabbmu lah pada hari itu kamu
dihalau.” (Al-Qiyamah: 26-30)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Ini adalah berita dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang keadaan orang yang sekarat dan
tentang apa yang dia rasakan berupa kengerian serta rasa sakit yang
dahsyat (mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala meneguhkan kita dengan
ucapan yang teguh, yaitu kalimat tauhid di dunia dan akhirat). Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwasanya ruh akan dicabut dari
jasadnya, hingga tatkala sampai di tenggorokan, dia meminta tabib yang
bisa mengobatinya. Siapa yang bisa meruqyah? Kemudian, keadaan yang
dahsyat dan ngeri tersebut disusul oleh keadaan yang lebih dahsyat dan
lebih ngeri berikutnya (kecuali bagi orang yang dirahmati Allah
Subhanahu wa Ta’ala). Kedua betisnya bertautan, lalu meninggal dunia.
Kemudian dibungkus dengan kain kafan (setelah dimandikan). Mulailah
manusia mempersiapkan penguburan jasadnya, sedangkan para malaikat
mempersiapkan ruhnya untuk dibawa ke langit.Setiap orang yang beriman akan merasakan kengerian dan sakitnya sakaratul maut sesuai dengan kadar keimanan mereka. Sehingga para Nabi ‘alaihimussalam adalah golongan yang paling dahsyat dan pedih tatkala menghadapi sakaratul maut, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ بَلَاءً الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِيْنِهِ
“Sesungguhnya manusia yang berat
cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang yang semisalnya,
kemudian yang semisalnya. Seseorang diuji sesuai kadar agamanya.”
(Lihat Ash-Shahihah no. 132)
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
فَلَا أَكْرَهُ شِدَّةَ الْمَوْتِ لِأَحَدٍ أَبَدًا بَعْدَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم
“Aku tidak takut (menyaksikan) dahsyatnya
sakaratul maut pada seseorang setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.” (HR. Al-Bukhari no. 4446)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata: “Para ulama rahimahumullah
mengatakan bahwa apabila sakaratul maut ini menimpa para nabi, para
rasul r, juga para wali dan orang-orang yang bertakwa, mengapa kita
lupa? Mengapa kita tidak bersegera mempersiapkan diri untuk
menghadapinya?Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ هُوَ نَبَأٌ عَظِيمٌ. أَنْتُمْ عَنْهُ مُعْرِضُونَ
“Katakanlah: ‘Berita itu adalah berita yang besar, yang kamu berpaling darinya’.” (Shad: 67-68)
Apa yang terjadi pada para nabi ‘alaihimussalam berupa pedih dan rasa
sakit menghadapi kematian serta sakaratul maut, memiliki dua faedah:
1. Agar makhluk mengetahui kadar sakitnya
maut, meskipun hal itu adalah perkara yang tidak nampak. Terkadang,
seseorang melihat ada orang yang meninggal tanpa adanya gerakan dan
jeritan. Bahkan dia melihat sangat mudah ruhnya keluar. Alhasil, dia
pun menyangka bahwa sakaratul maut itu urusan yang mudah. Padahal dia
tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dirasakan oleh orang yang
mati. Maka, tatkala diceritakan tentang para nabi yang menghadapi sakit
karena sakaratul maut –padahal mereka adalah orang-orang mulia di sisi
Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala pula yang
meringankan sakitnya sakaratul maut pada sebagian hamba-Nya– hal itu
akan memupus anggapan bahwa dahsyatnya sakaratul maut yang dirasakan
dan dialami oleh mayit itu benar-benar terjadi –selain pada orang
syahid yang terbunuh di medan jihad–, karena adanya berita dari para
nabi ‘alaihimussalam tentang perkara tersebut1.
2. Kadang-kadang terlintas di dalam benak sebagian orang, para nabi
adalah orang-orang yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bagaimana
bisa mereka merasakan sakit dan pedihnya perkara ini? Padahal Allah
Subhanahu wa Ta’ala Maha Kuasa untuk meringankan hal ini dari mereka,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:أَمَّا إِنَّا قَدْ هَوَّنَّا عَلَيْكَ
“Adapun Kami sungguh telah meringankannya atasmu.”
Maka jawabannya adalah:
Maka jawabannya adalah:
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ بَلَاءً فِي الدُّنْيَا الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ
“Sesungguhnya orang yang paling dahsyat
ujiannya di dunia adalah para nabi, kemudian yang seperti mereka,
kemudian yang seperti mereka.”2
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin
menguji mereka untuk menyempurnakan keutamaan-keutamaan serta untuk
meninggikan derajat mereka di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal itu
bukanlah kekurangan bagi mereka dan bukan pula azab. (At-Tadzkirah, hal. 25-26)
Malaikat yang Bertugas Mencabut Ruh
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
kekuasaan yang sempurna menciptakan malakul maut (malaikat pencabut
nyawa) yang diberi tugas untuk mencabut ruh-ruh, dan dia memiliki para
pembantu sebagaimana firman-Nya:
قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
“Katakanlah: ‘Malaikat maut yang diserahi
untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu’ kemudian hanya kepada
Rabbmulah kamu akan dikembalikan.” (As-Sajdah: 11)
Asy-Syaikh Abdullah bin ‘Utsman
Adz-Dzamari berkata: “Malakul maut adalah satu malaikat yang Allah
Subhanahu wa Ta’ala beri tugas untuk mencabut arwah hamba-hamba-Nya.
Namun tidak ada dalil yang shahih yang menunjukkan bahwa nama malaikat
itu adalah Izrail. Nama ini tidak ada dalam Kitab Allah Subhanahu wa
Ta’ala, juga tidak ada di dalam Sunnah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya menamainya malakul maut,
sebagaimana firman-Nya:
قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ
“Katakanlah: ‘Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu’.” (As-Sajdah: 11)
Ibnu Abil Izzi Al-Hanafi rahimahullahu berkata: “Ayat ini tidak bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُونَ. ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللهِ مَوْلَاهُمُ الْحَقِّ أَلَا لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ
“Sehingga apabila datang kematian kepada
salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat
Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.
Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa
mereka yang sebenarnya. Ketahuilah, bahwa segala hukum (pada hari itu)
kepunyaan-Nya. Dan Dialah Pembuat perhitungan yang paling cepat.” (Al-An’am: 61-62)
Karena malakul maut yang bertugas mencabut ruh dan mengeluarkan dari
jasadnya, sementara para malaikat rahmat atau para malaikat azab (yang
membantunya) yang bertugas membawa ruh tersebut setelah keluar dari
jasad. Semua ini terjadi dengan takdir dan perintah Allah Subhanahu wa
Ta’ala, (maka penyandaran itu sesuai dengan makna dan wewenangnya).” (Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 602)Footnote :
1. Beliau mengisyaratkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَا يَجِدُ الشَّهِيدُ مِنْ مَشِّ الْقَتْلِ إِلاَّ كَمَا يَجِدُ أَحَدُكُمْ مِنْ مَشِّ الْقُرْصَةِ
“Orang yang mati syahid tidaklah
mendapati sakitnya kematian kecuali seperti seseorang yang merasakan
sakitnya cubitan atau sengatan.” (HR. At-Tirmidzi)