Adakah Jimat dalam Islam?

Diposting oleh Mutiarahikmah on Jumat, 23 Agustus 2013


Pengertian jimat
 Jimat atau azimat dalam bahasa Arab disebut dengan tamimah (penyempurna). Makna tamimah adalah setiap benda yang digantungkan di leher atau selainnya untuk melindungi diri, menolak bala, menangkal penyakit ‘ain dan dari bahan apa pun. (Lisanul Arab 12/69). Dalam perkembangannya, yang dimaksud azimat adalah segala benda yang diyakini memiliki berkah untuk tujuan-tujuan tertentu. Namun jimat tidak terbatas pada bentuk dan kasus tertentu akan tetapi mencakup semua benda dari bahan apapun dan bagaimanapun cara pakainya. Ada yang terbuat dari bahan kain, benang, kerang maupun tulang baik dipakai dengan cara dikalungkan, digantungkan, dan sebagainya. Tempatnya pun bervariasi, baik di mobil, rumah, leher, kaki, dan sebagainya.
 Contohnya seperti kalung, batu akik, cincin, sabuk (ikat pinggang), rajah (tulisan arab yang ditulis perhuruf dan kadang ditulis terbalik), selendang, keris, atau benda-benda yang digantungkan pada tempat-tempat tertentu, seperti di atas pintu kendaraan, di pintu depan rumah, diletakkan pada ikat pinggang atau sebagi ikat pinggang, sebagai susuk, atau ditulis di kertas, dibakar lalu diminum, dan lain-lain dengan maksud untuk menolak bahaya.
 Hukum Jimat
 Secara umum, jimat terbagi menjadi dua macam:
  1.  jimat yang tidak bersumber dari Al-Qur’an. Jimat jenis inilah yang dilarang oleh syariat Islam. Jika seseorang percaya bahwa jimat itu dapat berpengaruh tanpa kehendak Allah maka ia terjerumus dalam perbuatan syirik besar karena hatinya telah bersandar kepada selain Allah. Adapun jika seseorang meyakini bahwa jimat itu hanya sebagai sebab dan tidak memiliki kekuatan sendiri maka ia terjatuh dalam perbuatan syirik kecil.
  2.  jimat yang bersumber dari Al-Qur’an. Dalam hal ini ulama berbeda pendapat, ada sebagian yang membolehkan dan ada yang melarangnya. Adapun pendapat yang paling kuat dalam hal ini adalah terlarang, meskipun hukumnya tidak syirik karena menggunakan Al-Qur’an disini berarti bersandar pada kalamullah bukan bersandar kepada makhluk. Mengapa dilarang? Karena keumuman dalil tentang keharaman jimat, tidak peduli jimat tersebut berupa Al-Qur’an ataupun bukan. pemakaian jimat dari Al-Qur’an juga mengandung unsur penghinaan terhadap Al-Qur’an, yaitu ketika dibawa tidur, buang hajat, atau sedang berkeringat dan semacamnya. Hal seperti ini tentu bertentangan dengan kesucian Al-Qur’an. Selain itu juga, jimat ini dapat pula dimanfaatkan oleh para pembuatnya untuk menyebarkan kemusyrikan dengan alasan jimat yang dibuatnya dari Al-Qur’an.


Dalil Yang Mengharamkan Jimat

Dalil secara umum melalui firman Allah dalam Al-Qur’an:

قَالَ أَفَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنفَعُكُمْ شَيْئًا وَلا يَضُرُّكُمْ

“Ibrahim berkata: “Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun dan tidak (pula) memberi mudarat kepada kamu? (Al-Anbiya’: 66)

Juga firman-Nya,

قُلِ ادْعُواْ الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِ فَلاَ يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنكُمْ وَلاَ تَحْوِيلاً

Katakanlah: “Panggillah mereka yang kamu anggap sesembahan selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari padamu dan tidak pula memindahkannya.” (Al-Isra’: 56)

Juga firman-Nya,

أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ

“Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudaratan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudaratan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nya lah bertawakal orang-orang yang berserah diri.” (Az-Zumar: 38)

Ayat-ayat di atas semuanya menunjukan bahwa hanya Allah ta’ala yang mampu memberikan manfaat dan menimpakan bahaya, maka hal itu merupakan sifat rububiyah Allah ta’ala yang harus diyakini oleh setiap hamba, sehingga apabila seseorang meyakini hal itu ada pada selain-Nya seperti pada malaikat, nabi, wali, jin dan jimat-jimat maka berarti dia telah menyekutukan Allah tabaraka wa ta’ala.

Al-Imam Ibnu Katsir Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
 “Semua makhluk yang disembah tersebut tidak sedikitpun memiliki kemampuan dalam menentukan perkara (manfaat maupun mudarat). Dan di sini, Ibnu Abi Hatim menyebutkan hadits Qois bin Al-Hajjaj, dari Hanasy As-Shon’ani, dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
 “Jagalah (ketentuan-ketentuan) Allah niscaya Dia akan menjagamu, jagalah (batasan-batasan) Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya selalu berada di depanmu (menolongmu). Kenali Allah dalam kelapangan niscaya Dia akan mengenalmu (menolongmu) dalam kesusahan. Jika kamu meminta maka mintalah kepada Allah, dan jika kamu memohon pertolongan maka mohonlah kepada Allah.
 Dan ketahuilah, andaikata seluruh umat bersatu untuk menimpakan suatu bahaya kepadamu yang tidak Allah tentukan menimpamu maka mereka tidak akan mampu melakukannya. Dan andaikan mereka bersatu untuk memberikan suatu manfaat kepadamu yang tidak Allah ta’ala tentukan untukmu maka mereka tidak akan mampu melakukannya. Telah kering catatan-catatan (takdir) dan pena-pena telah diangkat.
 Dan lakukanlah amalan hanya bagi Allah dengan kesyukuran dalam keyakinan. Dan ketahuilah, kesabaran atas sesuatu yang engkau benci adalah kebaikan yang banyak, dan pertolongan itu selalu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesusahan, dan bersama kesulitan itu ada kemudahan”. (Tafsir Ibnu Katsir, 7/100)
 Dalil dari hadist dari Rasulullah saw:

إِنَّ الرُّقَى وَالتَمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

“Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat, dan guna-guna adalah syirik”. (HR. Abu Dawud)
  Hadits ini dishohihkan oleh syaikh Al-Albany dalam Shohih Al-Jami’ (1632), dan dihasankan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy dalam Al-Jami’ Ash-Shohih (3/499)]

Syaikh Muhammad Al-Wushobiy Al-Yamaniy berkata dalam mengomentari hadits ini, “Bisa dipetik hukum dari hadits ini tentang haramnya menggantungkan jimat, baik pada manusia, hewan, kendaraan, rumah, toko, pohon, atau selainnya. Apakah sesuatu yang digantungkan itu berupa tulang, tanduk, sandal, rambut, benang-benang, batu-batu, besi, kuningan, atau yang lainnya, karena perkara tersebut, di dalamnya ada bentuk penyandaran sesuatu kepada selain Allah, yang ia itu adalah kesyirikan (Lihat Al-Qaulul Mufid Fi Adillati At-Tauhid (145 jilid 7))
 Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda:

مَنْ عَلَّقَ تمَيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

Siapa yang menggantungkan jimat maka sungguh dia telah berbuat kesyirikan”. (HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/56), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (4/291). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohih (629), dan di-hasan-kan oleh Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ Ash-Shohih (6/294))
 Abdur Ra’uf Al-Munawiy -rahimahullah- berkata, “Siapa yang menggantungkan jimat, di antara jimat-jimat jahiliah, sedang ia menyangka hal tersebut bisa mendatangkan suatu mudharat atau manfaat, maka sesungguhnya itu adalah perbuatan yang haram. Sedangkan sesuatu yang haram, di dalamnya tidaklah terdapat obat”. (lihat Faidh Al-Qadir (6/107), cet. Al-Maktabah At-Tijariyyah Al-Kubra)
ketika melihat seseorang yang memakai gelang kuningan di tangannya, maka beliau bertanya, “Apa ini?” Orang itu menjawab, “Penangkal sakit.” Nabipun bersabda: “Lepaskanlah, karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu. Jika kamu mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.” (HR. Ahmad)

Dalil Yang Membolehkan Jimat
 Di antara mereka ada yang membolehkannya ialah berdalil berdasarkan keumuman firman Allah Ta’aala :
 “Dan Kami telah turunkan dari Al Qur’an tersebut sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al Isra’ : 82)

Dan firman-Nya :

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu yang penuh dengan berkah …” (Q.S. Shaad : 29).

Dan juga mereka berdalil dengan pendapat empat imam mazhab yaitu Maliki, Hanafi, Syafi'i dan Hanbali. Baik jimat itu digantung di leher atau tidak dipakai.
 1. Madzhab Hanafi membolehkan jimat yang digantung di leher yang berisi ayat Quran, doa atau dzikir. Al-Matrazi Al-Hanafi dalam kitab Al-Maghrib mengatakan:


قال القتبي: وبعضهم يتوهم أن المعاذات هي التمائم, وليس كذلك إنما التميمة هي الخرزة, ولا بأس بالمعاذات إذا كتب فيها القرآن أو أسماء الله عز وجل

Artinya: Al-Qutbi mengatakan bahwa ma'adzat (pengobatan) adalah tamimah (jimat jahiliyah). Padahal bukan. Karena tamimah itu dibuat dari manik. Ma'adzah tidak apa-apa asalkan yang ditulis di dalamnya adalah Al-Quran atau nama-nama Allah.

 2. Madzhab Maliki berpendapat boleh. Abdul Bar dalam At-Tamhid XVI/171 menyatakan:


وقد قال مالك رحمه الله : لا بأس بتعليق الكتب التي فيها أسماء الله عز وجل على أعناق المرضى على وجه التبرك بها إذا لم يرد معلقها بتعليقها مدافعة العين, وهذا معناه قبل أن ينزل به شيء من العين ولو نزل به شيء من العين جاز الرقي عند مالك وتعليق الكتب)

Artinya: Malik berkata: Boleh menggantungkan kitab yang mengandung nama-nama Allah pada leher orang yang sakit untuk tabarruk (mendapat berkah) asal menggantungkannya tidak dimaksudkan untuk mencegah bala/penyakit. Ini sebelum turunnya bala/penyakit. Apabila terjadi bala, maka boleh melakukan ruqyah dan menggantungkan tulisan di leher.
 3. Madzhab Syafi'i berpendapat boleh. Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmuk Syarhul MuhadzabIX/77 menyatakan:


روى البيهقي بإسناد صحيح عن سعيد بن المسيب أنه كان يأمر بتعليق القرآن , وقال : لا بأس به , قال البيهقي: هذا كله راجع إلى ما قلنا: إنه إن رقى بما لا يعرف, أو على ما كانت عليه الجاهلية من إضافة العافية إلى الرقى لم يجز وإن رقى بكتاب الله آو بما يعرف من ذكر الله تعالى متبركا به وهو يرى نزول الشفاء من الله تعالى لا بأس به والله تعالى أعلم

Artinya: Baihaqi meriwayatkan hadits dengan sanad yang sahih dari Said bin Musayyab bahwa Said memerintahkan untuk menggantungkan Quran dan mengatakan "Tidak apa-apa". Baihaqi berkata: Ini semua kembali pada apa yang kita katakan: Bahwasanya apabila ruqyah (pengobatan) dilakukan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau dengan cara jahiliyah maka tidak boleh. Apabila ruqyah dilakukan dengan memakai Al-Quran atau dengan sesuatu yang dikenal seperti dzikir pada Allah dengan mengharap berkahnya dzikir dan berkeyakinan bahwa penyembuhan berasal dari Allah maka tidak apa-apa.
 4. Madzhab Hanbali (madzhab fiqh-nya kalangan Wahabi) berpendapat boleh. Al-Mardawi dalam kitab Tash-hihul Furu' II/173 menyatakan:


( قال في آداب الرعاية : ويكره تعليق التمائم ونحوها, ويباح تعليق قلادة فيها قرآن أو ذكر غيره , نص عليه , وكذا التعاويذ , ويجوز أن يكتب القرآن أو ذكر غيره بالعربية , ويعلق على مريض , ( وحامل ) , وفي إناء ثم يسقيان منه ويرقى من ذلك وغيره بما ورد من قرآن وذكر ودعاء

Artinya: Dalam kitab Adabur Ri'ayah dikatakan: Hukumnya makruh menggantungkan tamimah dan semacamnya. Dan boleh menggantungkan/memakai kalung yang berisi ayat Quran, dzikir, dll. Begitu juga pengobatan. Juga boleh menulis ayat Quran dan dzikir dengan bahasa Arab dan digantungkan di leher yang sakit atau wanita hamil. Dan (boleh dengan) diletakkan di wadah berisi air kemudian airnya diminum dan dibuat pengobatan (ruqyah) dengan sesuatu yang berasal dari Quran, dzikir atau do'a.Wallahua'lam.........semoga bermanfaat dan barokah serta menambah ilmu untuk kita semua.