Hukum Berdebat Dalam Islam

Diposting oleh Mutiarahikmah on Minggu, 09 Desember 2012



Assalamu'alaikum.Wr.Wb

Pada posting kali ini Admin blog ini akan share tentang Hukum Berdebat Dalam Islam berhubung ini hari jum'at dan jadwalnya mengisi kategori Artikel islami yang pada artikel sebelumnya telah saya share tentang Akibat Perbuatan Maksiatsebelumnya saya mau membaca Basmalallah dan segala puji syukur kepada ALLAH S.W.T serta shalawat serta salam untuk Nabi kita Muhammad S.A.W.
Dibawah ini adalah Hadist-hadist yang menerangkan tentang Hukum Berdebat Dalam islam
1. Nabi Muhammad S.A.W bersabda;
“Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga bagi orang yang membaguskan akhlaknya.”
(HR. Abu Dawud dalam Kitab al-Adab, hadits no 4167. Dihasankan oleh al-Albani dalam as-Shahihah [273] as-Syamilah)
2. Nabi Sulaiman ‘alaihissalam berkata kepada putranya:
“Tinggalkanlah mira’ (jidal,berdebat karena ragu-ragu dan menentang) itu, karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang bersaudara.”
(Ad-Darimi: 309, al Baihaqi, Syu’abul Iman: 1897)
3. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaa
“Cukuplah engkau sebagai orang zhalim bila engkau selalu mendebat. Dan cukuplah dosamu jika kamu selalu menentang, dan cukuplah dosamu bila kamu selalu berbicara dengan selain dzikir kepada Allah.”
(al-Fakihi dalam Akhbar Makkah)
4. Abud Darda radhiyallahu ‘anhu
“Engkau tidak menjadi alim sehingga engkau belajar, dan engkau tidak disebut mengerti ilmu sampai engkau mengamalkannya. Cukuplah dosamu bila kamu selalu mendebat, dan cukuplah dosamu bila kamu selalu menentang. Cukuplah dustamu bila kamu selalu berbicara bukan dalam dzikir tentang Allah.”
(Darimi: 299)
5. Muslim Ibn Yasar rahimahullah
“Jauhilah perdebatan, karena ia adalah saat bodohnya seorang alim, di dalamnya setan menginginkan ketergelincirannya.”
(Ibnu Baththah, al- Ibanah al-Kubra; Darimi: 404)
7. Umar ibn Abdul Aziz rahimahullah
“Barangsiapa menjadikan agamanya sebagai sasaran untuk perdebatan maka ia akan banyak berpindah-pindah(agama).”
(Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 565)
Perdebatan dalam agama yang tidak sesuai dengan aturan syar’i merupakan salah satu di antara penyakit lisan yang sangat berbahaya. Dan merupakan sebab terjadinya perpecahan, pemutusan hubungan, saling menjauhi di antara sesama kaum muslimin. Perdebatan juga bisa menjadi sebab keras dan sesaknya hati karena bisa melahirkan kedengkian kepada kaum muslimin lainnya, ditambah dengan banyaknya waktu yang terbuang akibat melakukan perdebatan ini dan kurangnya manfaat yang lahir darinya.
Karenanya Allah Ta’ala dan Rasul-Nya telah menutup semua wasilah menuju kepada perdebatan yang tidak bermanfaat, dengan memberikan janji surga kepada orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia yang benar, dan sebaliknya Allah sangat murka kepada orang- orang yang dengan mudahnya terjun dalam perdebatan tanpa mengindahkan aturan- aturan syariat di dalamnya.
Dan telah benar Allah dan Rasul-Nya, bahwa setiap orang yang terjun ke dalam perdebatan yang tidak berguna pasti akan berakhir pada kesesatan, kecuali mereka yang masih dirahmati oleh Allah, dan sangat sedikit sekali jumlah mereka ini.
Tidakkah kita mengambil pelajaran dari orang-orang yang telah berlalu sebelum kita, yang mereka ini lebih berilmu dibandingkan kita, bagaimana akhirnya mereka terjerumus ke dalam kesesatan akibat mereka berdebat dalam masalah agama, walaupun ada segelintir di antara mereka yang masih bisa kembali kepada kebenaran. Sebut saja di antaranya: Jahm bin Shafwan penyebar mazhab Jahmiah, Washil bin Atha’ pencetus mazhab Mu’tazilah, Imam Al- Ghazali, Fakhrur Razi, Asy- Syahrastani, dan selainnya.
Karenanya para ulama di setiap zaman menegaskan dalam kitab-kitab akidah mereka, bahwa di antara ciri khas Ahlussunnah adalah menjauhi semua bentuk perdebatan. Karenanya siapa saja yang terjun dalam perdebatan dalam agama maka dia telah bermain-main di daerah terlarang, yang bisa mengeluarkan dia dari Ahlussunnah. Hanya saja walaupun demikian, para ulama tetap memberikan persyaratan yang sangat ketat mengenai kapan perdebatan dibolehkan. Hal itu karena ada segelintir ulama (tidak banyak) yang diketahui mengadakan perdebatan dengan pengikut hawa nafsu (seperti Imam Ahmad, Utsman bin Said Ad-Darimi, dan Ibnu Taimiah), bahkan para Nabi pun berdebat dengan kaumnya. Maka ini menunjukkan bahwa hukum asal perdebatan dalam agama adalah haram, kecuali jika terpenuhi syarat- syaratnya, yaitu:
1. Ikhlas guna meninggikan kalimat Allah, bukan dengan niat untuk menjadi tenar.
2. Orang yang berdebat harus mapan keilmuannya dalam masalah yang dia perdebatkan. Jika dia orang yang jahil atau ilmunya masih setengah- setengah maka diharamkan atasnya
3. Dia yakin -atau dugaan besar- dia bisa menang. Jika dia tidak yakin bisa menang maka dia wajib meninggalkan perdebatan itu.
4. Ada kemungkinan pihak lawan jika dia kalah maka dia akan kembali kepada kebenaran. Jika pihak lawan diketahui sebagai orang yang keras kepala dan tidak akan bertaubat walaupun kalah maka tidak boleh berdebat dengannya.
5. Jika dia tidak berdebat maka kebenaran akan tertutupi dan kebatilan yang akan menyebar.
6. Ada maslahat (kebaikan) darinya, baik yang kembalinya kepada pihak lawan dengan dia bertaubat maupun yang kembalinya kepada masyarakat dengan mereka menjauhi pihak lawan tersebut.
Adapun jika tidak ada manfaatnya sama sekali, walaupun mereka kalah tapi masyarakat tetap tidak goyah dalam mengikuti mereka maka ini perdebatan itu adalah perbuatan sia-sia.