Takaran untuk Zakat Fitrah

Diposting oleh Mutiarahikmah on Minggu, 27 Juli 2014



Berapakah takaran untuk zakat fitrah di Ramadhan? bolehkah dibayarkan berupa uang hingga menjelang waktu sholat ied?

Jawaban Permasalahan Zakat Fitrah

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulilah, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya hingga hari qiyamat, amiin.

Langsung saja, masalah zakat fitrah, para ulama’ sejak dahulu kala telah berselisih pendapat apakah zakat fitrah boleh dibayarkan dengan uang atau harus dengan makanan (makanan pokok)?

Jumhur (kebanyakan) ulama’ menyatakan bahwa zakat fitrah harus dibayar dengan makanan pokok, sebesar satu sha’ (kira-kira 3 Kg). Mereka berdalil dengan banyak dalil, diantaranya:

عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال: كنا نخرج في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم الفطر صاعا من طعام. وقال أبو سعيد: وكان طعامنا الشعير والزبيب والأقط والتمر. رواه البخاري

“Diriwayatkan dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri, radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Dahulu kami mengeluarkan/menunaikan pada hari raya idul fitri satu sha’ bahan makanan’, kemudian ia menjelaskan dengan berkata: Dan makanan kami kala itu ialah Gandum, zabib (kismis), susu kering, dan korma.” (HR. Bukhori)

Dan juga hadits berikut:
عن بن عباس قال : فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث وطعمة للمساكين من أداها قبل الصلاة فهي زكاة مقبولة ومن أداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات. رواه أبو داود وابن ماجة وغيرهما.

“Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu ia menuturkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah guna membersihkan orang-orang yang berpuasa dari noda perbuatan sia-sia dan rafats (keji), dan guna memberi makan kepada orang-orang miskin. Baranng siapa yang menunaikannya sebelum shalat ied, maka yang ia keluarkan dianggap sebagai zakat yang diterima (sah), dan barang siapa yang menunaikannya setelah shalat ied, maka yang ia keluarkan dianggap sebagai shadaqah biasa.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dll)

Dan sebagian ulama’ dan ini merupakan mazhab Hanafiyah, membolehkan untuk membayarzakat fitrah dengan uang seharga nishabnya (seharga beras 3 Kg). Mereka berdalil dengan berbagai dalil, diantaranya mereka beralasan: Diantara tujuan diwajibkannya zakat fitrah ialah guna mencukupi kebutuhan orang-orang miskin, padahal mereka bukan hanya butuh kepada makanan saja, tapi juga butuh kepada lain-lainnya apalagi di daerah-daerah yang tingkat kemiskinannya tidak terlalu parah, sehingga untuk kebutuhan makanan, mereka dapat memenuhinya dengan sendiri. Sehingga kurang berarti bila kita memberi mereka bahan makanan, beda halnya bila kita memberi mereka uang seharga beras (bahan makanan) tersebut.
Dan mereka juga berdalil bahwa Umar bin Abdul Aziz rahimahullah tatkala ia menjabat sebagai khalifah di zamannya, ia membolehkan untuk membayar zakat fitrah dengan uang.

Dari sedikit pemaparan di atas, maka jelaslah bahwa:
  1. Pendapat pertama lebih kuat, karena dalil-dalil yang mereka ajukan lebih kuat dan lebih jelas.
  2. Pendapat pertama selain lebih kuat, juga lebih selamat, karena selaras dengan apa yang dijalankan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya.
  3. Dan dari hadits kedua di atas kita mendapatkan keterangan yang jelas, bahwa zakat fitrah harus ditunaikan sebelum kita shalat ied, dan tidak sah bila ditunaikan setelah kita shalat ied. Dengan demikian apa yang dilakukan di tempat Anda, yaitu panitia pengumpul zakat masih menerima pembayaran zakat dalam bentuk uang hingga akhir waktu, adalah kecerobohan dan kesalahan, sebab zakat fitrah harus sudah diterima oleh orang-orang miskin dalam bentuk makanan pokok (sebagaimanan telah dijelaskan di atas) sebelum kita menunaikan shalat ied. Dan apa yang Anda lakukan yaitu dengan mewakilkan keluarga Anda yang berada di indonesia guna membayarankan zakat fitrah di Indonesia adalah sikap kehati-hatian yang terpuji, dan semoga zakat Anda di Indonesia telah sampai ke orang-orang miskin, sebelum Anda menunaikan shalat ied.
Semoga apa yang saya sampaikan jelas adanya, wallahu a’lam bisshowab.