10 Bekal Menyambut Ramadhan

Diposting oleh Mutiarahikmah on Jumat, 30 Mei 2014


"Barang siapa yang bergembira atas datangnya Ramadhan, Allah telah mengharamkan jasadnya dari api neraka"
(HR. An-Nasa'i)

1. Berdoalah agar Allah swt. memberikan kesempatan kepada kita untuk bertemu dengan bulan Ramadan dalam keadaan sehat wal afiat.
Dengan keadaan sehat, kita bisa melaksanakan ibadah secara maksimal di bulan itu, baik puasa, shalat, tilawah, dan dzikir. Dari Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. apabila masuk bulan Rajab selalu berdoa, ”Allahuma bariklana fii rajab wa sya’ban, wa balighna ramadan.” Artinya, ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban; dan sampaikan kami ke bulan Ramadan. (HR. Ahmad dan Tabrani)
Para salafush-shalih selalu memohon kepada Allah agar diberikan karunia bulan Ramadan; dan berdoa agar Allah menerima amal mereka. Bila telah masuk awal Ramadhan, mereka berdoa kepada Allah, ”Allahu akbar, allahuma ahillahu alaina bil amni wal iman was salamah wal islam wat taufik lima tuhibbuhu wa tardha.” Artinya, ya Allah, karuniakan kepada kami pada bulan ini keamanan, keimanan, keselamatan, dan keislaman; dan berikan kepada kami taufik agar mampu melakukan amalan yang engkau cintai dan ridhai.
2. Bersyukurlah dan puji Allah atas karunia Ramadan yang kembali diberikan kepada kita.
Al-Imam Nawawi dalam kitab Adzkar-nya berkata, ”Dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan kebaikan dan diangkat dari dirinya keburukan untuk bersujud kepada Allah sebagai tanda syukur; dan memuji Allah dengan pujian yang sesuai dengan keagungannya.” Dan di antara nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada seorang hamba adalah ketika dia diberikan kemampuan untuk melakukan ibadah dan ketaatan. Maka, ketika Ramadan telah tiba dan kita dalam kondisi sehat wal afiat, kita harus bersyukur dengan memuji Allah sebagai bentuk syukur.
3. Bergembiralah dengan kedatangan bulan Ramadan.
Rasulullah saw. selalu memberikan kabar gembira kepada para shahabat setiap kali datang bulan Ramadan, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka.” (HR. Ahmad).
Salafush-shalih sangat memperhatikan bulan Ramadan. Mereka sangat gembira dengan kedatangannya. Tidak ada kegembiraan yang paling besar selain kedatangan bulan Ramadan karena bulan itu bulan penuh kebaikan dan turunnya rahmat.
4. Rancanglah agenda kegiatan untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari bulan Ramadan.
Ramadhan sangat singkat. Karena itu, isi setiap detiknya dengan amalan yang berharga, yang bisa membersihkan diri, dan mendekatkan diri kepada Allah.
5. Bertekadlah mengisi waktu-waktu Ramadan dengan ketaatan.
Barangsiapa jujur kepada Allah, maka Allah akan membantunya dalam melaksanakan agenda-agendanya dan memudahnya melaksanakan aktifitas-aktifitas kebaikan. “Tetapi jikalau mereka benar terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” [Q.S. Muhamad (47): 21]
6. Pelajarilah hukum-hukum semua amalan ibadah di bulan Ramadan.
Wajib bagi setiap mukmin beribadah dengan dilandasi ilmu. Kita wajib mengetahui ilmu dan hukum berpuasa sebelum Ramadan datang agar puasa kita benar dan diterima oleh Allah.
“Tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui,” begitu kata Allah di Al-Qur’an surah Al-Anbiyaa’ ayat 7.
7. Sambut Ramadan dengan tekad meninggalkan dosa dan kebiasaan buruk.
Bertaubatlah secara benar dari segala dosa dan kesalahan. Ramadan adalah bulan taubat. “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” [Q.S. An-Nur (24): 31]
8. Siapkan jiwa dan ruhiyah kita dengan bacaan yang mendukung proses tadzkiyatun-nafs.
Hadiri majelis ilmu yang membahas tentang keutamaan, hukum, dan hikmah puasa. Sehingga secara mental kita siap untuk melaksanakan ketaatan pada bulan Ramadan.
9. Siapkan diri untuk berdakwah di bulan Ramadhan dengan:
- buat catatan kecil untuk kultum tarawih serta ba’da sholat subuh dan zhuhur.
- membagikan buku saku atau selebaran yang berisi nasihat dan keutamaan puasa.
10. Sambutlah Ramadan dengan membuka lembaran baru yang bersih.
Kepada Allah, dengan taubatan nashuha. Kepada Rasulullah saw., dengan melanjutkan risalah dakwahnya dan menjalankan sunnah-sunnahnya. Kepada orang tua, istri-anak, dan karib kerabat, dengan mempererat hubungan silaturrahmi. Kepada masyarakat, dengan menjadi orang yang paling bermanfaat bagi mereka. Sebab, manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.

Semoga Allah menjadikan Ramadhan kita lebih baik dari sebelumnya. Marilah kita menyambut Ramadhan mubarok dengan suka cita, diiringi ilmu, taubat dan perbanyak do’a kemudahan.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
More about10 Bekal Menyambut Ramadhan

Doa Bulan Rajab Dan Sya’ban Untuk Menyambut Ramadhan

Diposting oleh Mutiarahikmah


Bulan Rajab adalah salah satu dari 4 bulan mulia (asyhurul hurum) sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an dan Hadis. Ketika masuk pada bulan Rajab, kita dianjurkan berdoa dengan doa bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan sebagai berikut:

الّلهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Allaahumma baariklanaa fii Rajaba wa Sya’baana wa ballighna Ramadhana.”
artinya: “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban ini, dan sampaikanlah umur kami bertemu Ramadhan.”


Semoga ALLAH senantiasa memberkahi kita di bulan Rajab dan Sya’ban ini dan mempertemukan kita dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah. Amin…
More aboutDoa Bulan Rajab Dan Sya’ban Untuk Menyambut Ramadhan

KISAH ISRA’ MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW

Diposting oleh Mutiarahikmah on Rabu, 28 Mei 2014


KISAH ISRA’ MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW

KISAH ISRA’ MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW
Pada suatu malam Nabi Muhammad SAW berada di Hijir Ismail dekat Ka‟bah al Musyarrofah, saat itu beliau berbaring diantara paman beliau, Sayyiduna Hamzah dan sepupu beliau, Sayyiduna Jakfar bin Abi Thalib, tiba-tiba Malaikat Jibril, Mikail dan Israfil menghampiri beliau lalu membawa beliau ke arah sumur zamzam, setibanya di sana kemudian mereka merebahkan tubuh Rasulullah untuk dibelah dada beliau oleh Jibril AS. Dalam riwayat lain disebutkan suatu malam terbuka atap rumah Beliau saw, kemudian turun Jibril AS, lalu Jibril membelah dada beliau yang mulya sampai di bawah perut beliau, lalu Jibril berkata kepada Mikail: “Datangkan kepadaku nampan dengan air zam-zam agar aku bersihkan hatinya dan aku lapangkan dadanya”. Dan perlu diketahui bahwa penyucian ini bukan berarti hati Nabi kotor, tidak, justru Nabi sudah diciptakan oleh Allah dengan hati yang paling suci dan mulya, hal ini tidak lain untuk menambah kebersihan diatas kebersihan, kesucian diatas kesucian, dan untuk lebih memantapkan dan menguatkan hati beliau, karena akan melakukan suatu perjalanan maha dahsyat dan penuh hikmah serta sebagai kesiapan untuk berjumpa dengan Allah SWT. Kemudian Jibril AS mengeluarkan hati beliau yang mulya lalu menyucinya tiga kali, kemudian didatangkan satu nampan emas dipenuhi hikmah dan keimanan, kemudian dituangkan ke dalam hati beliau, maka penuhlah hati itu dengan kesabaran, keyakinan, ilmu dan kepasrahan penuh kepada Allah, lalu ditutup kembali oleh Jibril AS. Setelah itu disiapkan untuk Baginda Rasulullah binatang Buroq lengkap dengan pelana dan kendalinya, binatang ini berwarna putih, lebih besar dari himar lebih rendah dari baghal, dia letakkan telapak kakinya sejauh pandangan matanya, panjang kedua telinganya, jika turun dia mengangkat kedua kaki depannya, diciptakan dengan dua sayap pada sisi pahanya untuk membantu kecepatannya. Saat hendak menaikinya, Nabi Muhammad merasa kesulitan, maka meletakkan tangannya pada wajah buroq sembari berkata: “Wahai buroq, tidakkah kamu merasa malu, demi Allah tidak ada Makhluk Allah yang menaikimu yang lebih mulya daripada dia (Rasulullah)”, mendengar ini buroq merasa malu sehingga sekujur tubuhnya berkeringat, setelah tenang, naiklah Rasulullah keatas punggungnya, dan sebelum beliau banyak Anbiya‟ yang menaiki buroq ini. Dalam perjalanan, Jibril menemani disebelah kanan beliau, sedangkan Mikail di sebelah kiri, menurut riwayat Ibnu Sa‟ad, Jibril memegang sanggurdi pelana buroq, sedang Mikail memegang tali kendali. (Mereka terus melaju, mengarungi alam Allah SWT yang penuh keajaiban dan hikmah dengan Inayah dan RahmatNya), di tengah perjalanan mereka berhenti di suatu tempat yang dipenuhi pohon kurma, lantas malaikat Jibril berkata: “Turunlah disini dan sholatlah”, setelah Beliau sholat, Jibril berkata: “Tahukah anda di mana Anda sholat?”, “Tidak”, jawab beliau, Jibril berkata: “Anda telah sholat di Thoybah (Nama lain dari Madinah) dan kesana anda akan berhijrah”. Kemudian buroq berangkat kembali melanjutkan perjalanan, secepat kilat dia melangkahkan kakinya sejauh pandangan matanya, tiba-tiba Jibril berseru: “berhentilah dan turunlah anda serta sholatlah di tempat ini!”, setelah sholat dan kembali ke atas buroq, Jibril memberitahukan bahwa beliau sholat di Madyan, di sisi pohon dimana dahulu Musa bernaung dibawahnya dan beristirahat saat dikejar-kejar tentara Firaun. Dalam perjalanan selanjutnya Nabi Muhammad turun di Thur Sina‟, sebuah lembah di Syam, tempat dimana Nabi Musa berbicara dengan Allah SWT, beliau pun sholat di tempat itu. Kemudian beliau sampai di suatu daerah yang tampak kepada beliau istana-istana Syam, beliau turun dan sholat disana. Kemudian Jibril memberitahukan kepada beliau dengan berkata: “Anda telah sholat di Bait Lahm (Betlehem, Baitul Maqdis), tempat dilahirkan Nabi Isa bin Maryam”.

Setelah melanjutkan perjalanan, tiba-tiba beliau melihat Ifrit dari bangsa Jin yang mengejar beliau dengan semburan api, setiap Nabi menoleh beliau melihat Ifrit itu. Kemudian Jibril berkata: “Tidakkah aku ajarkan kepada anda beberapa kalimat, jika anda baca maka akan memadamkan apinya dan terbalik kepada wajahnya lalu dia binasa?” Kemudian Jibril AS memberitahukan doa tersebut kepada Rasulullah. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan sampai akhirnya bertemu dengan suatu kaum yang menanam benih pada hari itu dan langsung tumbuh besar dan dipanen hari itu juga, setiap kali dipanen kembali seperti awalnya dan begitu seterusnya, melihat keanehan ini Beliau SAW bertanya: “Wahai Jibril, siapakah mereka itu?”, Jibril menjawab:” mereka adalah para Mujahid fi sabilillah, orang yang mati syahid di jalan Allah, kebaikan mereka dilipatgandakan sampai 700 kali. Kemudian beberapa saat kemudian beliau mencium bau wangi semerbak, beliau bertanya: “Wahai Jibril bau wangi apakah ini?”, “Ini adalah wanginya Masyithoh, wanita yang menyisir anak Firaun, dan anak-anaknya”, jawab Jibril AS. Masyitoh adalah tukang sisir anak perempuan Firaun, ketika dia melakukan pekerjaannya tiba-tiba sisirnya terjatuh, spontan dia mengatakan: “Bismillah, celakalah Firaun”, mendengar ini anak Firaun bertanya: “Apakah kamu memiliki Tuhan selain ayahku?”, Masyithoh menjawab: “Ya”. Kemudian dia mengancam akan memberitahukan hal ini kepada Firaun. Setelah dihadapkan kepada Raja yang Lalim itu, dia berkata: “Apakah kamu memiliki Tuhan selain aku?”, Masyithoh menjawab: “Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah”. Mengetahui keteguhan iman Masyithoh, kemudian Firaun mengutus seseorang untuk menarik kembali dia dan suaminya yang tetap beriman kepada Allah agar murtad, jika tidak maka mereka berdua dan kedua anaknya akan disiksa, tapi keimanan masih menetap di hati Masyithoh dan suaminya, justru dia berkata: “Jika kamu hendak membinasakan kami, silahkan, dan kami harap jika kami terbunuh kuburkan kami dalam satu tempat”. Maka Firaun memerintahkan agar disediakan kuali raksasa dari tembaga yang diisi minyak dan air kemudian dipanasi, setelah betul-betul mendidih, dia memerintahkan agar mereka semua dilemparkan ke dalamnya, satu persatu mereka syahid, sekarang tinggal Masyithoh dan anaknya yang masih menyusu berada dalam dekapannya, kemudian anak itu berkata: “Wahai ibuku, lompatlah, jangan takut, sungguh engkau berada pada jalan yang benar”, kemudian dilemparlah dia dan anaknya. Kemudian di tengah perjalanan, beliau juga bertemu dengan sekelompok kaum yang menghantamkan batu besar ke kepala mereka sendiri sampai hancur, setiap kali hancur, kepala yang remuk itu kembali lagi seperti semula dan begitu seterusnya. Jibril menjelaskan bahwa mereka adalah manusia yang merasa berat untuk melaksanakan kewajiban sholat. Kemudian beliau juga bertemu sekelompok kaum, di hadapan mereka ada daging yang baik yang sudah masak, sementara di sisi lain ada daging yang mentah lagi busuk, tapi ternyata mereka lebih memilih untk menyantap daging yang mentah lagi busuk, ketika Rasulullah menanyakan perihal ini, Jibril menjawab: “Mereka adalah manusia yang sudah mempunyai isteri yang halal untuknya, tapi dia justru berzina (berselingkuh) dengan wanita yang jelek (hina), dan begitupula mereka adalah para wanita yang mempunyai suami yang halal baginya tapi justru dia mengajak laki-laki lain untuk berzina dengannya”. Ketika beliau melanjutkan perjalanan, tiba-tiba seseorang memanggil beliau dari arah kanan: “Wahai Muhammad, aku meminta kepadamu agar kamu melihat aku”, tapi Rasulullah tidak memperdulikannya. Kemudian Jibril menjelaskan bahwa itu adalah panggilan Yahudi, seandainya beliau menjawab panggilan itu maka umat beliau akan menjadi Yahudi. Begitu pula beliau mendapat seruan serupa dari sebelah kirinya, yang tidak lain adalah panggilan nashrani, namun Nabi tidak menjawabnya. Walhamdulillah. Kemudian tiba-tiba muncul di hadapan beliau seorang wanita dengan segala perhiasan di tangannya dan seluruh tubuhnya, dia berkata: “Wahai Muhammad lihatlah kepadaku”, tapi Rasulullah tidak menoleh kepadanya, Jibril berkata: “Wahai Nabi itu adalah dunia, seandainya anda menjawab panggilannya maka umatmu akan lebih memilih dunia daripada akhirat”.

Demikianlah perjalanan ditempuh oleh beliau SAW dengan ditemani Jibril dan Mikail, begitu banyak keajaiban dan hikmah yang beliau temui dalam perjalanan itu sampai akhirnya beliau berhenti di Baitul Maqdis (Masjid al Aqsho). Beliau turun dari Buraq lalu mengikatnya pada salah satu sisi pintu masjid, yakni tempat dimana biasanya Para Nabi mengikat buraq di sana. Kemudian beliau masuk ke dalam masjid bersama Jibril AS, masing-masing sholat dua rakaat. Setelah itu sekejab mata tiba-tiba masjid sudah penuh dengan sekelompok manusia, ternyata mereka adalah para Nabi yang diutus oleh Allah SWT. Kemudian dikumandangkan adzan dan iqamah, lantas mereka berdiri bershof-shof menunggu siapakah yang akan mengimami mereka, kemudian Jibril AS memegang tangan Rasulullah SAW lalu menyuruh beliau untuk maju, kemudian mereka semua sholat dua rakaat dengan Rasulullah sebagai imam. Beliaulah Imam (Pemimpin) para Anbiya‟ dan Mursalin. Setelah itu Rasulullah SAW merasa haus, lalu Jibril membawa dua wadah berisi khamar dan susu, Rasulullah memilih wadah berisi susu lantas meminumnya, Jibril berkata: “Sungguh anda telah memilih kefitrahan yaitu al Islam, jika anda memilih khamar niscaya umat anda akan menyimpang dan sedikit yang mengikuti syariat anda”. Kemudian setelah beliau menyempurnakan segalanya, maka tiba saatnya beliau melakukan mi‟raj yakni naik bersama Jibril menembus langit satu persatu sampai akhirnya berjumpa dengan Khaliq-nya. Setelah melakukan Isra‟ dari Makkah al Mukarromah sampai ke Masjid al Aqsha, Baitul Maqdis, kemudian beliau disertai malaikat Jibril AS siap untuk melakukan Mi‟raj yakni naik menembus berlapisnya langit ciptaan Allah yang Maha Perkasa sampai akhirnya beliau SAW berjumpa dengan Allah dan berbicara dengan Nya, yang intinya adalah beliau dan umat ini mendapat perintah sholat lima waktu. Sungguh merupakan nikmat dan anugerah yang luar biasa bagi umat ini, di mana Allah SWT memanggil Nabi-Nya secara langsung untuk memberikan dan menentukan perintah ibadah yang sangat mulya ini. Cukup kiranya hal ini sebagai kemulyaan ibadah sholat. Sebab ibadah lainnya diperintah hanya dengan turunnya wahyu kepada beliau, namun tidak dengan ibadah sholat, Allah memanggil Hamba yang paling dicintainya yakni Nabi Muhammad SAW ke hadirat Nya untuk menerima perintah ini. Ketika beliau dan Jibril sampai di depan pintu langit dunia (langit pertama), ternyata disana berdiri malaikat yang bernama Ismail, malaikat ini tidak pernah naik ke langit atasnya dan tidak pernah pula turun ke bumi kecuali disaat meninggalnya Rasulullah SAW, dia memimpin 70 ribu tentara dari malaikat, yang masing-masing malaikat ini membawahi 70 ribu malaikat pula. Jibril meminta izin agar pintu langit pertama dibuka, maka malaikat yang menjaga bertanya: “Siapakah ini?” Jibril menjawab: “Aku Jibril.” Malaikat itu bertanya lagi: “Siapakah yang bersamamu?” Jibril menjawab: “Muhammad saw.” Malaikat bertanya lagi: “Apakah beliau telah diutus (diperintah)?” Jibril menjawab: “Benar”. Setelah mengetahui kedatangan Rasulullah malaikat yang bermukim disana menyambut dan memuji beliau dengan berkata: “Selamat datang, semoga keselamatan menyertai anda wahai saudara dan pemimpin, andalah sebaik-baik saudara dan pemimpin serta paling utamanya makhluk yang datang”. Maka dibukalah pintu langit dunia ini”.

Setelah memasukinya beliau bertemu Nabi Adam dengan bentuk dan postur sebagaimana pertama kali Allah menciptakannya. Nabi saw bersalam kepadanya, Nabi Adam menjawab salam beliau seraya berkata: “Selamat datang wahai anakku yang sholeh dan nabi yang sholeh”. Di kedua sisi Nabi Adam terdapat dua kelompok, jika melihat ke arah kanannya, beliau tersenyum dan berseri-seri, tapi jika memandang kelompok di sebelah kirinya, beliau menangis dan bersedih. Kemudian Jibril AS menjelaskan kepada Rasulullah, bahwa kelompok disebelah kanan Nabi Adam adalah anak cucunya yang bakal menjadi penghuni surga sedang yang di kirinya adalah calon penghuni neraka. Kemudian Rasulullah melanjutkan perjalanannya di langit pertama ini, tiba-tiba pandangan beliau tertuju pada kelompok manusia yang dihidangkan daging panggang dan lezat di hadapannya, tapi mereka lebih memilih untuk menyantap bangkai disekitarnya. Ternyata mereka adalah manusia yang suka berzina, meninggalkan yang halal untuk mereka dan mendatangi yang haram. Kemudian beliau berjalan sejenak, dan tampak di hadapan beliau suatu kaum dengan perut membesar seperti rumah yang penuh dengan ular-ular, dan isi perut mereka ini dapat dilihat dari luar, sehingga mereka sendiri tidak mampu membawa perutnya yang besar itu. Mereka adalah manusia yang suka memakan riba.Disana beliau juga menemui suatu kaum, daging mereka dipotong-potong lalu dipaksa agar memakannya, lalu dikatakan kepada mereka: “makanlah daging ini sebagaimana kamu memakan daging saudaramu di dunia, yakni menggunjing atau berghibah”. Kemudian beliau naik ke langit kedua, seperti sebelumnya malaikat penjaga bertanya seperti pertanyaan di langit pertama. Akhirnya disambut kedatangan beliau SAW dan Jibril AS seperti sambutan sebelumnya. Di langit ini beliau berjumpa Nabi Isa bin Maryam dan Nabi Yahya bin Zakariya, keduanya hampir serupa baju dan gaya rambutnya. Masing-masing duduk bersama umatnya. Nabi saw menyifati Nabi Isa bahwa dia berpostur sedang, putih kemerah-merahan warna kulitnya, rambutnya lepas terurai seakan-akan baru keluar dari hammam, karena kebersihan tubuhnya. Nabi menyerupakannya dengan sahabat beliau “Urwah bin Mas‟ud ats Tsaqafi. Nabi bersalam kepada keduanya, dan dijawab salam beliau disertai sambutan: “Selamat datang wahai saudaraku yang sholeh dan nabi yang sholeh”. Kemudian tiba saatnya beliau melanjutkan ke langit ketiga, setelah disambut baik oleh para malaikat, beliau berjumpa dengan Nabi Yusuf bin Ya‟kub. Beliau bersalam kepadanya dan dibalas dengan salam yang sama seperti salamnya Nabi Isa. Nabi berkomentar: “Sungguh dia telah diberikan separuh ketampanan”. Dalam riwayat lain, beliau bersabda: “Dialah paling indahnya manusia yang diciptakan Allah, dia telah mengungguli ketampanan manusia lain ibarat cahaya bulan purnama mengalahkan cahaya seluruh bintang”. Ketika tiba di langit keempat, beliau berjumpa Nabi Idris AS. Kembali beliau mendapat jawaban salam dan doa yang sama seperti Nabi-Nabi sebelumnya. Di langit kelima, beliau berjumpa Nabi Harun bin “Imran AS, separuh janggutnya hitam dan seperuhnya lagi putih (karena uban), lebat dan panjang. Di sekitar Nabi Harun tampak umatnya sedang khusyu‟ mendengarkan petuahnya. Setelah sampai di langit keenam, beliau berjumpa beberapa nabi dengan umat mereka masing-masing, ada seorang nabi dengan umat tidak lebih dari 10 orang, ada lagi dengan umat di atas itu, bahkan ada lagi seorang nabi yang tidak ada pengikutnya. Kemudian beliau melewati sekelompok umat yang sangat banyak menutupi ufuk, ternyata mereka adalah Nabi Musa dan kaumnya. Kemudian beliau diperintah agar mengangkat kepala beliau yang mulya, tiba-tiba beliau tertegun dan kagum karena pandangan beliau tertuju pada sekelompok umat yang sangat banyak, menutupi seluruh ufuk dari segala sisi, lalu ada suara: “Itulah umatmu, dan selain mereka terdapat 70 ribu orang yang masuk surga tanpa hisab “. Pada tahapan langit keenam inilah beliau berjumpa dengan Nabi Musa AS, seorang nabi dengan postur tubuh tinggi, putih kemerah-merahan kulit beliau. Nabi saw bersalam kepadanya dan dijawab oleh beliau disertai dengan doa. Setelah itu Nabi Musa berkata: “Manusia mengaku bahwa aku adalah paling mulyanya manusia di sisi Allah, padahal dia (Rasulullah saw) lebih mulya di sisi Allah daripada aku”. Setelah Rasulullah melewati Nabi Musa, beliau menangis. Kemudian ditanya akan hal tersebut. Beliau menjawab: “Aku menangis karena seorang pemuda yang diutus jauh setelah aku, tapi umatnya lebih banyak masuk surga daripada umatku”. Kemudian Rasulullah saw memasuki langit ketujuh, di sana beliau berjumpa Nabi Ibrahim AS sedang duduk di atas kursi dari emas di sisi pintu surga sambil menyandarkan punggungnya pada Baitul Makmur, di sekitarnya berkumpul umatnya. Setelah Rasulullah bersalam dan dijawab dengan salam dan doa serta sambutan yang baik, Nabi Ibrahim berpesan: “Perintahkanlah umatmu untuk banyak menanam tanaman surga, sungguh tanah surga sangat baik dan sangat luas”. Rasulullah bertanya: “Apakah tanaman surga itu?”, Nabi Ibrahim menjawab: “(Dzikir) Laa haula wa laa quwwata illa billahil “aliyyil “adziim”. Dalam riwayat lain beliau berkata: “Sampaikan salamku kepada umatmu, beritakanlah kepada mereka bahwa surga sungguh sangat indah tanahnya, tawar airnya dan tanaman surgawi adalah Subhanallah wal hamdu lillah wa laa ilaaha illallah wallahu akbar”. Kemudian Rasulullah diangkat sampai ke Sidratul Muntaha, sebuah pohon amat besar sehingga seorang penunggang kuda yang cepat tidak akan mampu untuk mengelilingi bayangan di bawahnya sekalipun memakan waktu 70 tahun. Dari bawahnya memancar sungai air yang tidak berubah bau, rasa dan warnanya, sungai susu yang putih bersih serta sungai madu yang jernih. Penuh dengan hiasan permata zamrud dan sebagainya sehingga tidak seorang pun mampu melukiskan keindahannya. Kemudian beliau saw diangkat sampai akhirnya berada di hadapan telaga Al Kautsar, telaga khusus milik beliau saw. Setelah itu beliau memasuki surga dan melihat disana berbagai macam kenikmatan yang belum pernah dipandang mata, didengar telinga dan terlintas dalam hati setiap insan. Begitu pula ditampakkan kepada beliau neraka yang dijaga oleh malaikat Malik, malaikat yang tidak pernah tersenyum sedikitpun dan tampak kemurkaan di wajahnya. Dalam satu riwayat, setelah beliau melihat surga dan neraka, maka untuk kedua kalinya beliau diangkat ke Sidratul Muntaha, lalu beliau diliputi oleh awan dengan beraneka warna, pada saat inilah Jibril mundur dan membiarkan Rasulullah berjalan seorang diri, karena Jibril tahu hanya beliaulah yang mampu untuk melakukan hal ini, berjumpa dengan Allah SWT. Setelah berada di tempat yang ditentukan oleh Allah, tempat yang tidak seorang makhlukpun diizinkan berdiri disana, tempat yang tidak seorangpun makhluk mampu mencapainya, beliau melihatNya dengan mata beliau yang mulya. Saat itu langsung beliau bersujud di hadapan Allah SWT. Allah berfirman: “Wahai Muhammad.” “Labbaik wahai Rabbku”, sabda beliau. “Mintalah sesuka hatimu”, firman Nya.
Nabi bersabda: “Ya Allah, Engkau telah menjadikan Ibrahim sebagai Khalil (kawan dekat), Engkau mengajak bicara Musa, Engkau berikan Dawud kerajaan dan kekuasaan yang besar, Engkau berikan Sulaiman kerajaan agung lalu ditundukkan kepadanya jin, manusia dan syaitan serta angin, Engkau ajarkan Isa at Taurat dan Injil dan Engkau jadikan dia dapat mengobati orang yang buta dan belang serta menghidupkan orang mati”. Kemudian Allah berfirman: “Sungguh Aku telah menjadikanmu sebagai kekasihKu”. Dalam Shohih Imam Muslim diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik, bahwa rasulullah bersabda: ” … kemudian Allah mewajibkan kepadaku (dan umat) 50 sholat sehari semalam, lalu aku turun kepada Musa (di langit ke enam), lalu dia bertanya: “Apa yang telah Allah wajibkan kepada umat anda?” Aku menjawab: “50 sholat”, Musa berkata: “kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan sebab umatmu tidak akan mampu untuk melakukannya”, Maka aku kembali kepada Allah agar diringankan untuk umatku, lalu diringankan 5 sholat (jadi 45 sholat), lalu aku turun kembali kepada Musa, tapi Musa berkata: “Sungguh umatmu tidak akan mampu melakukannya, maka mintalah sekali lagi keringanan kepada Allah”. Maka aku kembali lagi kepada Allah, dan demikianlah terus aku kembali kepada Musa dan kepada Allah sampai akhirnya Allah berfirman: “Wahai Muhammad, itu adalah kewajiban 5 sholat sehari semalam, setiap satu sholat seperti dilipatgandakan menjadi 10, maka jadilah 50 sholat”. Maka aku beritahukan hal ini kepada Musa, namun tetap dia berkata: “Kembalilah kepada Rabbmu agar minta keringanan”, Maka aku katakan kepadanya: “Aku telah berkali-kali kembali kepadaNya sampai aku malu kepadaNYa”. Setelah beliau menerima perintah ini, maka beliau turun sampai akhirnya menaiki buraq kembali ke kota Makkah al Mukarromah, sedang saat itu masih belum tiba fajar. Pagi harinya beliau memberitahukan mukjizat yang agung ini kepada umatnya, maka sebagian besar diantara mereka mendustakan bahkan mengatakan nabi telah gila dan tukang sihir, saat itu pertama umat yang membenarkan dan mempercayai beliau adalah Sayyiduna Abu Bakar, maka pantaslah beliau bergelar As Shiddiq, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang tadinya beriman, kembali murtad keluar dari syariat. Sungguh keimanan itu intinya adalah membenarkan dan percaya serta pasrah terhadap semua yang dibawa dan diberitakan Nabi Muhammad SAW, sebab beliau tidak mungkin berbohong apalagi berkhianat dalam Risalah dan Dakwah beliau. Beliaulah Nabi yang mendapat gelar Al Amiin (dipercaya), Ash Shoodiq (selalu jujur) dan Al Mashduuq (yang dibenarkan segala ucapannya). Shollallahu “alaihi wa aalihi wa sallam. Inilah ringkasan dari perjalanan Isra dan Mi‟raj Nabi Muhammad SAW yang kami nukil dengan ringkas dari kitab Al Anwaarul Bahiyyah dan Dzikrayaat wa Munaasabaat, keduanya karya Al Imam Al Muhaddits As Sayyid Muhammad bin Alawy al Maliky al Hasany RA.
More aboutKISAH ISRA’ MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW

Dideh atau saren, Bagaimana Hukumnya ???

Diposting oleh Mutiarahikmah on Senin, 26 Mei 2014


Didih atau saren dalam bahasa jawa adalah darah yang mengalir dari hewan yang disembelih seperti ayam atau lainnya. Darah yang mengalir tersebut dibiarkan membeku untuk kemudian dikonsumsi. Simak penjelaasannya berikut :
Darah haram dimakan berdasarkan ayat yang telah disebutkan di atas. Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Para ulama bersepakat bahwa darah itu haram dan najis, tidak boleh dimakan dan dimanfaatkan.” (Tafsir al-Qurthubi, 2/221).
Darah yang diharamkan disini adalah darah yang mengalir, yang ditumpahkan, sebagaimana halnya yang disebutkan dalam ayat:
“Katakanlah, “Tidaklah aku memperoleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.  Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Rabbmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-An’am: 145)
Ayat ini dengan tegas mengharamkan darah yang mengalir (Dam Masfuh), adapun darah yang tidak mengalir, seperti yang darah yang terdapat pada urat-urat daging atau yang melekat pada dagingnya, darah ini diperbolehkan.
Ath-Thabari menerangkan, “Penyebutan syarat‘mengalir’, bukan yang lainnya, adalah dalil yang jelas bahwa darah yang tidak mengalir itu halal dan bukan najis.” (Tafsir ath-Thabari, 9/633).
Kita sendiri menyaksikan ketika kita rendam daging untuk kita masak, kita dapatkan air berubah merah. Darah ini bukan darah masfuh yang disebut dalam ayat, jika darah ini juga haram niscaya ini adalah perkara yang sangat memberatkan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahulloh berkata, “Telah shahih bahwasanya mereka (para sahabat) menaruh daging ke dalam bejana, sementara itu darah yang bercampur air terlihat membentuk garis-garis. Tentang hal ini aku tidak mengetahui ada perselisihan di kalangan para ulama bahwa hal itu dimaafkan dan tidak dianggap najis, menurut kesepakatan mereka.” (al-Fatawa, 21/524)
Beliau juga berkata: “… Para sahabat Radhiyallahu’anhum di masa Nabi Shallallahu’alaihiwasallam selalu mengambil daging lantas memasak dan memakannya tanpa mencucinya terlebih dahulu, dalam keadaan mereka melihat darah dalam bejana membentuk garis-garis. Sebab, Allah Ta’ala hanya mengharamkan kepada mereka darah yang mengalir dan yang tumpah, adapun yang tersisa pada urat-urat tidak diharamkan.” (al-Fatawa, 21/522)
Termasuk yang dikecualikan pula dari hukum haramnya darah adalah yang telah berbentuk menjadi hati dan limpa. Hal ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar Radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
ُ “Telah dihalalkan bagi kami dua jenis bangkai dan dua jenis darah. Adapun dua jenis bangkai adalah ikan dan belalang, sedangkan dua jenis darah adalah hati dan limpa.” (HR. Ahmad, 2/97).

Jika telah jelas diharamkannya darah yang mengalir, maka tidak boleh mengkonsumsinya. Adapun persangkaan bahwa saren atau didih adalah sebab tambahnya darah, maka ketahuilah bahwa Allah tidak menjadikan kesembuhan itu dengan sebab yang harom. Wabillahittaufiq.
More aboutDideh atau saren, Bagaimana Hukumnya ???

Hukum Seputar Barang Temuan

Diposting oleh Mutiarahikmah on Minggu, 25 Mei 2014


Al Luqathah (اللُقَطَةُ  ) – dengan mendhammahkan huruf lam dan memfathahkan huruf qaf – adalah harta (selain hewan) yang hilang dari pemiliknya.
Agama yang lurus ini datang dengan penjagaan dan pemeliharaan terhadap harta. Agama ini juga datang dengan pemuliaan dan perhatian terhadap harta seorang muslim, di antaranya adalah dengan adanya aturan seputar barang temuan.
Jika ada harta yang hilang dari pemiliknya, maka jenis harta tersebut tidak lepas dari tiga keadaan :
Keadaan pertama :
Harta yang tidak terlalu diperhatikan di tengah-tengah manusia, seperti cambuk, roti, buah, dan tongkat. Barang-barang tersebut boleh dimiliki dan dimanfaatkan oleh orang yang menemukannya tanpa perlu mengumumkannya. Hal ini berdasarkan hadits Jabir radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :
رخص لنا رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏في العصا والسوط والحبل وأشباهه ‏ ‏يلتقطه ‏ ‏الرجل ينتفع به ‏
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan kepada kami pada tongkat, cambuk, tali, dan yang semisalnya yang ditemukan oleh seseorang, (yakni) dia boleh mengambil manfaat darinya.” (Hadits riwayat Abu Dawud).
Keadaan kedua :
Sesuatu yang bisa menjaga diri dari binatang buas yang kecil, baik itu karena ukuran tubuhnya yang besar, misalnya unta, kuda, sapi, dan bighal (hewan hasil percampuran antara kuda dan keledai). Atau karena hewan itu bisa terbang, misalnya berbagai jenis burung. Atau karena cepat larinya, misalnya kijang. Atau karena hewan itu bisa membela dirinya dengan taringnya, misalnya berbagai jenis macan; maka barang temuan dengan jenis seperti ini haram untuk diambil, walaupun dengan tujuan untuk diumumkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang unta temuan :
مالك ولها ؟! معها سقاؤها وحذاؤها، ترد الماء، وتأكل الشجر، حتى يجدها ربها
“Apa urusanmu dengan unta itu? Dia memiliki simpanan air dan memiliki sepatu. Dia juga bisa mendatangi air dan memakan tanaman sampai ditemukan oleh pemiliknya.” (Muttafaqun ‘alaih dari Zaid bin Khalid Al Juhani).
Umar bin Al Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata :
من أخذ الضالة؛ فهو ضال
“Barangsiapa yang mengambil hewan temuan, maka dia adalah ‘dhal’ .”
Makna lafadz ‘dhal’ ( ضال ) di sini adalah مخطئ (orang yang melakukan kesalahan). Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghukumi bahwa unta temuan tidak boleh diambil, bahkan hendaknya dibiarkan untuk mendatangi air dan memakan tanaman sampai ditemukan oleh pemiliknya.
Digolongkan ke dalam hewan-hewan dengan jenis di atas; perkakas- perkakas yang besar seperti periuk besar, kayu, besi, juga sesuatu yang bisa menjaga diri sendiri dan hampir-hampir tidak akan hilang serta berpindah dari tempatnya. Barang-barang seperti itu haram untuk diambil, sama seperti hewan-hewan temuan di atas. Bahkan barang-barang tersebut lebih layak untuk tidak diambil daripada hewan-hewan  tadi.
Keadaan ketiga :
Harta yang hilang itu adalah dari jenis harta yang ma’ruf seperti uang, barang- barang kebutuhan, dan sesuatu yang tidak aman dari binatang buas yang kecil, misalnya kambing, anak unta dan anak sapi. Maka barang temuan jenis ini, jika orang yang menemukannya merasa dirinya bisa amanah terhadap barang tersebut, dia boleh mengambilnya. Barang temuan ini ada tiga jenis :
  1. Hewan-hewan yang bisa dimakan, seperti anak unta, kambing, dan ayam. Maka jenis yang seperti ini mengharuskan bagi orang yang menemukannya untuk melakukan salah satu dari tiga perkara berikut yang dipandang paling baik bagi pemilik hewan itu :
    1. Dia boleh memakannya, tetapi ketika itu dia sudah memiliki simpanan uang untuk menggantinya bila pemiliknya datang.
    2. Dia boleh menjualnya dan menyimpan uang hasil penjualan itu untuk diberikan kepada pemiliknya setelah datang dan menyebutkan ciri-ciri hewan tersebut.
    3. Memelihara hewan tersebut dan mengeluarkan uang untuk biaya pemeliharaannya, tetapi dia tidak boleh memilikinya. Pemiliknya harus mengembalikan biaya pemeliharaan itu jika datang dan mengambil hewan tersebut. Sebab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata ketika ditanya tentang kambing temuan :
خذها؛فإنما هي لك أو لأخيك أو للذئب
“Ambillah. Sesungguhnya kambing itu bisa jadi untukmu, atau untuk saudaramu, atau untuk serigala.” (Muttafaqun ‘alaih).
Maknanya adalah : kambing itu lemah, bisa terancam mati, dan berputar pada salah satu dari tiga keadaan; yaitu antara diambil olehmu, atau saudaramu, atau dimakan oleh serigala.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata ketika menjelaskan hadits yang mulia tersebut :
فيه جواز التقاط الغنم، وأن الشاة إذا لم يأت صاحبها؛ فهي ملك الملتقط، فيخير بين أكلها في الحال وعليه قيمتها، وبين بيعها وحفظ ثمنها، وبين تركها والإنفاق عليها من ماله وأجمعوا على أنه لو جاء صاحبها قبل أن يأكلها الملتقط؛ له أخذها
“Dalam hadits tersebut ada dalil yang menunjukkan bolehnya mengambil kambing temuan, dan jika pemiliknya tidak juga datang, maka kambing temuan itu menjadi milik orang yang menemukannya. Dia diberi pilihan antara memakan kambing itu dalam keadaan dia sudah memiliki simpanan uang untuk menggantinya (bila sewaktu-waktu pemiliknya datang), atau menjual kambing itu dan menyimpan hasil penjualannya, atau membiarkannya (yakni memeliharanya, tidak dimakan atau dijual) dan mengeluarkan uang untuk biaya pemeliharaannya. Para ulama sepakat bahwa jika pemiliknya datang sebelum kambing itu dimakan oleh orang yang menemukannya, maka pemiliknya berhak mengambil kambing itu.”
Jenis selanjutnya dari barang temuan yang berharga dan tidak bisa membela diri dari binatang buas yang kecil :
  1. Barang yang dikhawatirkan bisa rusak, misalnya semangka dan buah-buahan yang lain. Maka orang yang menemukannya hendaknya memperlakukan barang temuan tersebut dengan perbuatan yang paling baik untuk pemiliknya, yaitu dengan memakannya dan mengganti harganya bila pemiliknya datang, atau menjualnya dan menyimpan hasil penjualan itu sampai pemiliknya datang.
  2. Barang temuan berupa seluruh harta selain dua jenis yang telah disebutkan di atas, misalnya uang dan bejana. Wajib bagi orang yang mengambilnya untuk menjaga barang tersebut sebagai amanah di tangannya, dan juga mengumumkannya di tempat-tempat berkumpulnya banyak orang.
Tidak boleh bagi seseorang untuk mengambil barang temuan dengan berbagai jenisnya, kecuali jika dia merasa bisa amanah terhadap barang itu dan mampu untuk mengumumkan barang temuan yang memang butuh untuk diumumkan. Hal ini berdasarkan hadits dari Zaid bin Khalid Al Juhani radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :
سئل النبي صلى الله عليه وسلم عن لقطة الذهب والورق؟ فقال: “اعرف وكاءها وعفاصها، ثم عرفها سنة، فإن لم تعرف؛ فاستنفقها، ولتكن وديعة عندك، فإن جاء طالبها يوما من الدهر؛ فادفعها إليه” ، وسأله عن الشاة ؟، فقال: “فإنما هي لك أو لأخيك أو للذئب” ، وسئل عن ضالة الإبل ؟، فقال: “ما لك ولها ؟!، معها سقاؤها وحذاؤها، ترد الماء، وتأكل الشجر، حتى يجدها ربها
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang barang temuan berupa emas atau perak. Maka beliau bersabda, “Ingatlah tali pengikat dan wadahnya, kemudian umumkan selama setahun. Jika barang tersebut tidak ada yang mengakuinya, maka gunakanlah. Hendaknya barang temuan itu dianggap sebagai barang yang dititipkan padamu. Jika pada suatu hari orang yang memintanya datang, maka hendaknya engkau berikan kepadanya.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian ditanya tentang (barang temuan berupa) kambing. Beliau bersabda, “Ambillah kambing tersebut karena itu bisa menjadi milikmu, atau milik saudaramu, atau (boleh jadi) milik serigala.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ditanya tentang (barang temuan berupa) unta. Beliau menjawab, “Apa urusanmu dengan unta itu? Dia memiliki simpanan air dan memiliki sepatu. Dia juga bisa mendatangi air dan memakan tanaman sampai ditemukan oleh pemiliknya.” ” (Muttafaqun ‘alaih).
Makna perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اعرف وكاءها وعفاصها
“Ingatlah ‘wika’  (الوكاء)dan ‘ifash’ ((العفاص nya.”
Al wika (الوكاء) adalah sesuatu yang dipakai untuk mengikat kantung yang di dalamnya terdapat harta. Sedangkan makna al ‘ifash ((العفاص adalah kantung yang di dalamnya terdapat harta.
Dan makna perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam :
ثم عرفها سنة
“…kemudian umumkan selama setahun.”
Maksudnya, umumkan kepada orang-orang di tempat mereka berkumpul, seperti pasar, pintu-pintu masjid, tempat- tempat pertemuan dan pesta. Makna lafadz سنة (selama setahun) maksudnya : selama setahun penuh. Pada pekan pertama sejak ditemukannya, diumumkan setiap hari. Sebab, pemiliknya lebih mungkin datang pada pekan tersebut. Setelah itu, diumumkan sesuai kebiasaan orang-orang dalam mengumumkan barang temuan. Hadits di atas menunjukkan wajibnya mengumumkan barang temuan.
Pada perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اعرف وكاءها وعفاصها
“Ingatlah tali pengikat dan wadahnya…”
terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang yang menemukan barang tersebut wajib mengenal ciri-cirinya. Sehingga bila pemiliknya datang dan menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, dia bisa menyerahkan barang tersebut kepadanya. Bila ciri-ciri yang dia jelaskan berbeda dengan kenyataan, barang tersebut tidak boleh diserahkan kepadanya.
Pada perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
فإن لم تعرف؛ فاستنفقها
“Jika barang tersebut tidak ada yang mengakuinya, maka gunakanlah.”
Terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang yang menemukan barang tersebut boleh memilikinya setelah satu tahun diumumkan. Tetapi dia tidak boleh menggunakannya sebelum mengenal ciri-cirinya. Maksudnya, sebelum dia hafal ciri-ciri wadah barang tersebut, tali pengikatnya, jumlah, dan jenis barang yang ada dalam wadah tersebut. Jika pemiliknya datang setelah satu tahun dan menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, maka dia serahkan barang tersebut kepadanya. Hal ini berdasarkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
فإن جاء طالبها يوما من الدهر؛ فادفعها إليه
“Jika pada suatu hari orang yang memintanya datang, maka hendaknya engkau berikan kepadanya.”
Dari apa yang telah lewat jelaslah bahwa ada beberapa perkara yang harus dilakukan kaitannya dengan barang temuan :
Pertama :
Jika seseorang menemukan barang, janganlah dia berani untuk mengambilnya kecuali jika dia mengetahui bahwa dirinya bisa amanah dalam menjaganya dan mampu untuk mengumumkannya sampai dia menemukan pemiliknya. Barangsiapa yang merasa bahwa dirinya tidak bisa amanah terhadap barang tersebut, maka dia tidak boleh mengambilnya. Jika dia mengambilnya, maka dia serupa dengan orang yang merampas harta orang lain. Sebab, dia mengambil harta orang lain dari sisi yang dia tidak diperbolehkan untuk mengambilnya. Juga karena dengan mengambilnya ketika itu, berarti ada perbuatan menyia-nyiakan harta orang lain.
Kedua :
Sebelum mengambilnya, dia harus hafal ciri-ciri barang tersebut dengan cara mengenal wadahnya, tali pengikatnya, jumlah, dan jenis barang yang ada dalam wadah tersebut. Sebab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal tersebut. Dan hukum asal perintah beliau adalah wajib.
Ketiga :
Barang temuan tersebut harus diumumkan satu tahun penuh. Pada pekan pertama sejak ditemukannya, diumumkan setiap hari. Setelah itu, diumumkan sesuai kebiasaan orang-orang dalam mengumumkan barang temuan. Dalam mengumumkannya, dia mengatakan misalnya : “Barangsiapa yang kehilangan sesuatu…,” dan kalimat yang serupa dengan itu. Pengumuman tersebut dilakukan di tempat-tempat berkumpulnya banyak orang, seperti pasar dan pintu-pintu masjid ketika tiba waktu shalat. Tetapi tidak boleh mengumumkan di dalam masjid, sebab masjid tidaklah dibangun untuk tujuan tersebut. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
من سمع رجلاً ينشد ضالة في المسجد؛ فليقل: لا ردها الله عليك
“Barangsiapa yang mendengar seseorang mengumumkan barang yang hilang di masjid, hendaknya dia berkata, “Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.” (Hadits riwayat Ibnu Majah).
Keempat :
Jika orang yang memintanya datang dan menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, maka orang yang menemukannya wajib menyerahkan barang tersebut kepadanya tanpa perlu meminta bukti yang lain ataupun sumpah. Hal ini berdasarkan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga karena penyebutan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut telah menempati kedudukan pemberian bukti ataupun sumpah. Bahkan bisa jadi penyebutan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut lebih jelas dan lebih benar daripada pemberian bukti maupun sumpah. Orang yang menemukannya juga wajib menyerahkan hasil perkembangan dari barang tersebut, baik itu yang sifatnya bersambung maupun terpisah (misalnya bila hewan itu telah memiliki anak selama berada dalam pemeliharaannya, maka anak hewan itu wajib ikut diserahkan kepada pemiliknya).
Adapun jika orang yang datang dan mengaku-aku sebagai pemilik itu tidak bisa menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, maka barang tersebut tidak boleh diserahkan kepadanya. Sebab barang tersebut adalah amanah di tangan orang yang menemukannya, sehingga tidak boleh diserahkan kepada orang yang belum jelas bahwa dia adalah pemiliknya.
Kelima :
Jika pemiliknya tidak datang juga setelah diumumkan selama satu tahun penuh, maka barang tersebut menjadi milik orang yang menemukannya. Tetapi wajib bagi orang itu untuk menghafal ciri-cirinya sebelum menggunakannya. Di mana bila sewaktu-waktu pemiliknya datang dan menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, dia harus mengembalikannya kepada orang itu jika barang itu masih ada. Jika sudah tidak ada, maka dia harus mengembalikan gantinya karena kepemilikannya terhadap barang itu hanyalah kepemilikan amanah, yang akan hilang dengan sebab kedatangan pemiliknya.
Keenam :
Para ulama berselisih pendapat tentang barang temuan di tanah Haram; apakah barang tersebut hukumnya sama seperti barang temuan di selain tempat itu, yaitu boleh dimiliki setelah diumumkan selama satu tahun, atau tidak boleh dimiliki (oleh orang yang menemukannya) secara mutlak? Sebagian mereka berpendapat bahwa barang tersebut boleh dimiliki setelah diumumkan selama satu tahun, berdasarkan keumuman banyak hadits. Sebagian yang lain berpendapat bahwa barang tersebut tidak boleh dimiliki, bahkan wajib diumumkan terus. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berkata tentang Makkah Al Musyarrafah :
ولا تحل لقطتها إلا لمعرف
“Barang temuannya tidak halal untuk diambil kecuali oleh orang yang ingin mengumumkannya.”
Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, di mana beliau berkata :
لا تملك بحال؛ للنهي عنها، ويجب تعريفها أبدًا
“Barang temuannya tidak boleh dimiliki karena adanya larangan tentang hal itu, dan barang tersebut wajib diumumkan selamanya.”
Hadits di atas adalah khabar yang jelas tentang larangan memiliki barang yang ditemukan di daerah Haram.
Ketujuh :
Barangsiapa yang meninggalkan hewan miliknya di padang pasir karena hewan itu sudah tidak bisa lagi berjalan atau orang itu sudah tidak memiliki kemampuan untuk mengurusnya, maka hewan itu boleh dimiliki oleh orang yang menemukannya. Hal ini berdasarkan sebuah hadits :
من وجد دابة قد عجز أهلها عنها، فسيبوها، فأخذها؛ فهي له
“Barangsiapa yang menemukan hewan yang pemiliknya sudah tidak memiliki kemampuan untuk mengurusnya dan membiarkannya pergi, lalu orang yang menemukan itu mengambilnya, maka hewan itu menjadi miliknya.” (Hadits riwayat Abu Dawud).
Juga karena hewan itu ditinggalkan karena sudah tidak disenangi oleh pemiliknya sehingga hewan itu berkedudukan sebagai barang yang ditinggalkan karena sudah tidak disenangi oleh pemiliknya.
Barangsiapa yang sandal atau barang-barangnya yang semisal diambil oleh seseorang, tetapi di situ dia mendapati sandal atau barang yang berbeda dengan miliknya, maka hukum barang itu adalah hukum barang temuan. Dia tidak bisa memilikinya hanya dengan sekedar adanya barang itu di tempat yang seharusnya di situ ada barang miliknya. Bahkan dia harus mengumumkan barang itu. Setelah diumumkan, baru dia boleh mengambil manfaat darinya sesuai dengan kadar hak miliknya, adapun sisanya maka dia sedekahkan.
Kedelapan :
Jika ada anak kecil atau orang dungu menemukan suatu barang lalu mengambilnya, maka wali mereka menempati kedudukan mereka sebagai orang yang mengumumkan barang itu. Dia harus mengambil barang itu dari mereka, sebab mereka bukanlah orang yang pantas untuk memegang dan menjaga amanah. Jika dia membiarkan barang itu berada di tangan mereka lalu barang itu rusak, maka dia harus menggantinya, karena dia dianggap sebagai orang yang menyia-nyiakannya.
Jika dia sudah mengumumkannya tetapi tidak ada yang datang mengaku sebagai pemiliknya, maka barang itu menjadi milik mereka (anak kecil atau orang dungu tersebut) dengan kepemilikan amanah, sebagaimana jika seandainya barang itu berada di tangan orang dewasa dan berakal.
Kesembilan :
Jika ada seseorang yang mengambil barang temuan lalu mengembalikannya ke tempat ditemukannya, maka dia harus menggantinya (jika seandainya hilang atau rusak). Sebab barang itu adalah amanah yang sudah berada di tangannya sehingga wajib baginya untuk menjaganya sebagaimana amanah-amanah yang lain. Jika dia meninggalkannya (setelah sebelumnya diambil), berarti itu perbuatan menyia-nyiakan amanah.

Penutup
Dengan melihat dan merenungi aturan Islam terhadap barang temuan, difahamilah adanya perhatian dan penjagaan Islam terhadap harta, terkhusus terhadap kehormatan harta seorang muslim. Secara global, kita bisa memahami dari seluruh hal tersebut adanya anjuran di dalam Islam untuk tolong-menolong di atas kebaikan. Kita meminta kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar mengokohkan kita semua di atas Islam dan mewafatkan kita dalam keadaan muslim.
Referensi :
Al Mulakhas Al Fiqhi – Syaikh Shalih Al Fauzan hafidhahullah
More aboutHukum Seputar Barang Temuan

Hukum Menyalatkan Orang yang Mati Bunuh Diri

Diposting oleh Mutiarahikmah on Sabtu, 17 Mei 2014


Bolehkah menyalatkan orang yang mati bunuh diri? Misalnya, ia sengaja menggantung dirinya, menusuk diri dengan sebilah pisau, membakar diri, mengonsumsi racun atau menenggelamkan dirinya di tepi pantai. Sebagian muslim menganggap ia tidak boleh dishalatkan. Namun bagaimana pandangan Islam itu sendiri?
Ada yang pernah bertanya pada Syaikh Abdul Aziz bin Baz yang pernah menjabat sebagai Mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam,
“Kami pernah dapati orang yang mati tergantung di atas pohon dan di lehernya terdapat tali. Kami tidak mengetahui apakah orang tersebut mati tercekik (karena bunuh diri) atau ada yang membunuhnya lalu menggantungnya di atas pohon. Jika dia membunuh dirinya sendiri dengan menggantung dirinya di atas pohon, apakah ia dishalatkan oleh kaum muslimin?”
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah menjawab, “Jika ia seorang muslim, maka ia tetap dishalatkan baik ia mati bunuh diri atau dibunuh oleh orang lain. Jika ia sampai membunuh dirinya sendiri, itu termasuk dosa besar. Karena seorang muslim tidak boleh membunuh dirinya sendiri. Allah mengharamkan seseorang membunuh dirinya sendiri. Allah Ta’ala berfirman,
وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisa’: 29).
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَىْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya pada hari kiamat, niscaya ia akan disiksa dengan cara seperti itu pula.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jika ia jelas bunuh diri, maka ia telah terjerumus dalam dosa besar. Namun ia tetap dishalatkan. Walau ada yang berbeda penilaian, namun yang tepat ia tetap dishalatkan. Sebagian muslim tetap menyolatkan, memandikan, mengafani dan menguburkannya.
Begitu pula ketika diketahui ia dibunuh oleh orang lain secara zalim, ia tetap dimandikan dan dishalatkan. Ia dimandikan, dikafani, dishalatkan dan dikuburkan di pemakaman kaum muslimin. Wallahul musta’an. Laa hawla wa laa quwwata illa billah, tidak ada daya dan kekuatan melainkan dari Allah.
Demikian fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah yang penulis ambil dari website pribadi beliau.
Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Umat Islam bersepakat bahwa orang yang melakukan dosa meskipun melakukan dosa besar tetap dishalatkan. Telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,
صلوا على كل من قال لا إله إلا الله محمد رسول الله
“Shalatkanlah setiap orang yang mengucapkan ‘Laa ilaha illallahu Muhammad Rasulullah (Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad itu utusan Allah)”, meskipun dalam sanadnya ada kelemahan. Apa yang kami sebutkan dari ijma (konsensus) dapat menguatkan dan menshahihkannya.” (Al Istidzkar, 3: 29)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Al Qadhi mengatakan, menurut pendapat para ulama, setiap jenazah muslim baik meninggal karena suatu hukuman, dirajam, bunuh diri dan anak zina tetap dishalatkan. Imam Malik dan lainnya berpendapat bahwa pemimpin umat sebaiknya tidak menyalati orang seperti itu ketika ia dihukum mati karena suatu hukuman. Dari Az Zuhri, ia berkata bahwa orang yang terkena hukuman raja dan yang diqishash tetap dishalatkan. Adapun Abu Hanifah berpendapat bahwa orang yang berbuat keonaran dan orang yang terbunuh dari kalangan kelompok pembangkang tidak dishalatkan.” (Lihat Syarh Muslimkarangan Nawawi)
Dalil yang menunjukkan akan kewajiban shalat kepada pelaku kemaksiatan adalah apa yang diriwayatkan oleh Samurah radhiyallahu anhu,
أَنَّ رَجُلا قَتَلَ نَفْسَهُ بِمَشَاقِصَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَمَّا أَنَا فَلا أُصَلِّي عَلَيْه
Ada orang yang bunuh diri dengan pisau, maka Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Kalau saya, maka saya tidak shalatkan dia.” (HR. An Nasa’i no. 1964 dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani)
Nampaknya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menyetujui para sahabat yang menyalatinya. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam enggan menyalatinya sebagai hukuman terhadap kemaksiatannya dan sebagai pelajaran bagi orang lain atas perbuatannya.
Ini menunjukkan dianjurkannya menyalatkan pelaku maksiat kecuali pemimpin umat. Seyogyanya dia tidak menyalatkan pelaku dosa besar yang terus menerus dan mati dalam kondisi seperti itu. Hal ini dilakukan karena mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya yang lain jera dan tidak melakukan semacam itu.
Ibnu Abdul Barr rahimahullah mengatakan, “Hadits ini merupakan dalil bahwa imam dan para pemimpin agama tidak menyalati pelaku dosa besar. Akan tetapi tidak boleh melarang orang lain menyalatkannya. Bahkan ia harus memberikan arahan pada orang lain sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan, ‘Shalatkanlah sahabat kalian’.” (Al Istidzkar, 5: 85)
Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin. Hanya Allah yang memberi taufik.
More aboutHukum Menyalatkan Orang yang Mati Bunuh Diri