Beginilah Seharusnya Wanita

Diposting oleh Mutiarahikmah on Jumat, 28 Juni 2013


Inilah figur wanita-wanita istiewa yang diabadian oleh sejarah, dengan segudang prestasi, prestasi, dan prestasi. Ha litu bukan karena mereka mampu berkompetisi dengan kaum Adam di bidang yang sama, tapi karena mereka bijak memerankan tugas mereka di bidang yang ditekuni, dengan tanpa mengorbankan kodrat kewanitaannya.
Khadijah, Istri Tercinta
Parasnya cantik, hartanya melimpah, bernasab mulia pula. Itulah Khadijah binti Khuwailid, istri pertama Rasulullah SAW. Sebelum menikah dengan Nabi Muhammad SAW, Khadijah perna menikah dua kali, tapi suaminya meninggal semua, dengan masing-masing meninggalkan putra.
Aktivitas Khadijah adalah berdagang, dengan mengirimkan kafilah-kafilah ke negeri Syam. Kafilah-kafilah itu nantinya akan kembali ke Mekah dengan membawa makanan, pakaian, dan komoditas lain, untuk diperdagangkan kembali. Kelihaian Khadijah dalam me-manage perputaran roda bisnisnya, membuat beliau menjadi wanita mulia, kaya, dan disegani.
Selama 15 tahun pernkahannya dengan Nabi Muhammad SAW, Kadijah dikaruniai tiga putra, yaitu al-Qasim, ath-Thahir, dan ath-Thayyib, serta empat putri, yakni Zainab, Ruqayyah, Ummi Kulsum, dan Fatimah az-Zahra’. Khadijah sukses memerankan diri sebagai istri yang baik dan sebagai ibu yang bijaksana bagi anak-anaknya.
Khadijah adalah istri tercinta. Ia bukan sekadar istri yang baik, tapi lebih dari itu, ia rla memberikan segalanya kepada suaminya. Dialah menjadi pelindung suami dari intimidasi orang Quraisy; menenangkan suaminya di kala gundah, dan meringankan suaminya dengan menyumbangkan hartanya di jalan dakwah. Karena itulah, ketika Khadijah wafat, Nabi Muhammad SAW sangat terpukul, hingga dalam sejarah tahun itu tercatat sebagai tahun duka.
Dan, tatkala salah satu stri Nabi SAW protes karena cemburu tatkala Nabi SAW menyebut-nyebut nama Khadijah, Nabi SAW marah: “Demi Allah! Tidaklah Allah pernah mengganti bagiku istri yang lebih baik dari dia. Dia telah beriman kepadaku saat oran-orang masih kafir. Ia telah membenarkan kepadaku saat orang-orang masih mendustaiku. A telah menolongku dengan hartanya di saat orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah mengariniai aku putra-putri darinya, bukan dari istri-istri yang lain.”
Fatimah az-Zahra’, Wanita yang Tabah
Fatimah az-Zahra’, putri Rasulullah SAW tercinta, adalah sayyidatu nisa’il-‘alamin, pemuka wanita seluruh alam. Namun, tidak berarti beliau meiliki tahta, tidak pula bergelimang harta. Sebaliknya, beliau bernaung di bawah di bawah tenda kesederhanaan bersama Sayidina Ali, al-Hasan, dan al-Husain, Muhsin, Zainab, dan Umi Kulsum; keluarga besarnya.
Kendati hidupnya serba tak kecukupan, Fatimah selalu menerima apa adanya, dan menjalani keadaan ini dengan penuh ketabahan. Pernah suatu ketika, Fatimah datang ke Rasulullah SAW meminta pelayanan dari hasil fai’, agar sedikit bisa meringankan beban hidupnya. Namun, Rasulullah SAW tidak mengabulkannya. Akan tetapi, Rasulullah SAW mengajarinya doa-doa, dan menyuruhnya minta tolong kepada Allah SAW dalam mengurusi rumah-tangga, mendidik anak, serta melayani suami. “Hai Fatimah, sabarlah. Sesungguhnya, sebaik-baik wanita adalah yang memberi manfaat kepada keluarganya,” nasihat Rasulullah SAW.
Pada suatu hari, Rasulullah SAW menjenguk Fatimah, dan mendapatinya sedang menggiling gandum dengan batu giling, sementara baju yang dikenakannya tampak terbuat dari bulu onta. Maka Rasulullah SAW menangis seraya berkata, “Hai Fatimah, rasakanlah kepahitan hidup di dunia, agar kelak merasakan kenikmatan akhirat.”
Pada kesempatan yang lain, Rasulullah SAW menjenguk Fatimah yang sedang sakit. “Bagaimana keadaanmu wahai anakku?” Fatimah manjawab, “Aku sedang sakit dan lapar”. Nabi SAW lalu memberi nasihat, “Tidakkah engkau suka menjadi pemimpin wanita seluruh alam?”
Demikianlah, sulitnya manjalani hidup tidak membuat Fatimah az-Zahra’ kehilangan harga dirinya. Justru beliau sukses melewati masa-masa sulit dan ujian yang berat itu, berkat kesabaran dan ketabahannya yang luar biasa. Kemuliaan dan derajat yang tinggi memang seharusnya tak diukur dengan materi.
Aisyah, Sumber Rujukan Ilmu
Suatu ketika Rasulullah SAW ditanya, “Siapakah orang yang paling Anda cintai?” Beliau menjawab, “Aisyah”. Merasa kurang puas, si penanya kembali bertanya, “Aku maksudkan dari kaum lelaki”. Rasul SAW menjawab, “Ayahnya”.
Jawaban Rasul SAW itu sudah cuku memberikan gambaran kepada kita mengenai siapa dan bagaimana kedudukan Sayidah Aisyah, salah satu istri Nabi SAW. Beliau adalah wanita mulia, dari keturunan mulia, putri Sahabat yang paling mulia, Abu Bakar ash-Shiddiq.
Raulullah SAW menikahi Aisyah pada usia belia. Sebagian orientalis menganggap ini aneh, lalu mereka mengkritik habis-habisan. Sebenarnya para orientalis itu keliru karena mereka menjadikan tredisi Barat sebagai standar kebenaran. Gadis Barat biasanya tidak kawin sebelum mencapai usia 25 tahun, sementara gadis seusia itu di Jazirah Arab dianggap sebagai usia perkawinan yang terlambat.
Pernikah Rasulullah SAW dengan Aisyah yang masih belia, ternyata menympan sejuta hikmahbagi umat Muhammad SAW. Aisyah adalah salah seorang istri Rasulullah SAW yang banyak memperoleh pendidikan langsung dari Rasulullah SAW; menerima ilmu, hukmah, dan petunjuk dari beliau. Karena itu, sepeninggal Rasul SAW, Aisyah menjadi sumber rujukan ilmu, terutama berkenaan dengan keperibadian Rasul dan keadaan rumha-tangga beliau, yang tidak banyak diketahui oleh khalayak.
Dalam hal ini, Abu Musa al-Asy’ari berkata, “Bila kami para sahabat mengalami kesulitan dalam suatu permasalahan, maka kami menanyakan jawabannya kepada Aisyah”.
Diriwayatkan dari Atha’ bin Rabah, “Adalah Aisyah yang paling faqih dan paling alim serta paling baik pendapatnya mengenai permasalahan hukum. Adalah Aisyah tempat berguru kaum pria, dan banyak murinya yang kemudian terkenal menjadi guru dan panutan generasi berikutnya”.
Karena itu, nama Aisyah menjadi harum semerbak, dan ditulis dengan tinta emas sejarah. Beliau berperan besar dalam mentransmisikan Hadis-Hadis Rasulullah SAW kepada generasi umat Islam. Beliaulah sebetulnya sang pelopor yang memilki peran besra dalam memajukan keilmuan  umat Islam. Dalam hal ini beliau mengatakan, “Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Mereka tidak malu untuk belajar agama.”
***
Cukuplah kiranya figur wanita-wanita yang di uaikan di atas, menjadi potret sempurna, untuk bagaimana seharusnya para wanita bisa menata diri. Para istri Nabi SAW (ummahatul-mu’minin) adalah figur wanita-wanita yang sempurna, yang menjadi teladan wanita sepanjang zaman. Masing-masing memiliki keistimewaan yang membuat mereka layak menjadi panutan.
Mereka adalah wanita-wanita yang telah teruji oleh sejarah. Sekali lagi penting ditegaskan bahwa mereka menjadi mulia dan bermartabat, bukan karena mereka mangambil alih peran kaum pria, akan tetapi karena mereka menunaikan tugas-tugas kewanitaan dengan arif dan bijak, mengikuti tatanan Ilahi yang telah digariskan.