HUKUM BERBONCENGAN MOTOR NON MAHROM

Diposting oleh Mutiarahikmah on Rabu, 11 September 2013



Hukum berboncengan ria tersebut tidak diperbolehkan kecuali bila bisa terhindar dari fitnah (hal-hal yang diharamkan) seperti :

• Tidak terjadi ikhtilath (persinggungan badan)
• Tidak terjadi kholwah (berkumpulnya laki-laki dan wanita di tempat sepi yang menurut kebiasaan umum sulit terhindar dari perbuatan yang diharamkan)
• Tidak melihat aurat selain dalam kondisi dan batas-batas yang diperbolehkan syara’
• Tidak terjadi persentuhan kulit

1. الموسوعة الفقهية الكويتية الجزء الثالث صحـ 91
“إرداف التعريف” 1 – الإرداف مصدر أردف وأردفه أركبه خلفه ولا يخرج استعمال الفقهاء عن هذا المعنى “الحكم الإجمالي” 2 – يجوز إرداف الرجل للرجل والمرأة للمرأة إذا لم يؤد إلى فساد أو إثارة شهوة لإرداف الرسول للفضل بن العباس ويجوز إرداف الرجل لامرأته والمرأة لزوجها لإرداف الرسول لزوجته صفية رضي الله عنها وإرداف الرجل للمرأة ذات الرحم المحرم جائز مع أمن الشهوة وأما إرداف المرأة للرجل الأجنبي والرجل للمرأة الأجنبية فهو ممنوع سدا للذرائع واتقاء للشهوة المحرمة

“Definisi IRDAAF (BONCENGAN)” kata IRDAAF adalah mashdar dari lafadz ARDAFA, ARDAFAHU yang bermakna menaikkan/membonceng seseorang di belakanya dan istilah ini tidak digunakan di kalangan Ulama Ahli Fiqh

HUKUM secara GLOBAL
Diperbolehkan seorang pria membonceng pria lain, wanita membonceng wanita lain bila memang tidak menimbulkan bahaya atau menimbulkan syahwat karena Rasulullah pernah membonceng sahabat fadhl Bin Abas, boleh juga suami membonceng istrinya, istri membonceng membonceng suaminya karena Rasulullah pernah membonceng istrinya Shofiyyah Ra.
Seorang pria membonceng wanita mahramnya hukumnya boleh dengan syarat aman dari gejolak nafsu, sedang seorang wanita membonceng pria yang bukan mahramnya dan seorang pria membonceng wanita yang juga bukan mahramnya hukumnya di larang untuk menghindari hal-hal yang menjadi perantara dan timbulnya syahwat yang di haramkan. 
Al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah vol. III hal. 91

Masalah ketentuan syarat-syarat yang lain yang telah di sebutkan diatas bisa di lihat di : Syarh Muslim vol. XIV hal. 164-166, I’ânah at-Thâlibîn vol. I hal. 272, Al-Mausû’ah, alFiqhiyyah vol. II hal. 290-291

Wallahuallam.....semoga artikel ini bermanfaat serta menambah ilmu buat kita semua.