Meninggal Masih Punya Hutang Puasa, Ahli Warisnya Mempuasakannya?

Diposting oleh Mutiarahikmah on Rabu, 24 Oktober 2012


Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
"Siapa meninggal dan masih punya tanggungan puasa maka ia dipuasakan oleh walinya." (HR. al-Bukhari no. 1816 dan Muslim, no. 1935)
Puasa yang disebutkan dalam hadits di atas bersifat umum, mencakup puasa wajib, nazar atau kafarah. Diriwayatkan dari sebagian imam seperti Imam Ahmad dan lainnya, mereka berkata: Itu khusus berkaitan dengan nazar. Tetapi itu pendapat yang lemah yang tidak memiliki landasan dalil shahih. Yang benar bahwa hadits tersebut bersifat umum. Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Siapa meninggal dan masih punya tanggungan puasa maka ia dipuasakan oleh walinya." (Muttafaq 'Alaih dari hadits 'Aisyah)
Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak mengatakan: Shaum Nadzar. Sedangkan sabda beliau tidak boleh ditakhsis kecuali dengan dalil. Karena hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam di atas datang secara umum, berbarti mencakup puasa nadzar dan puasa Ramadhan -apabila seorang muslim mengundur-undur qadha' puasa karena malas padahal ia mampu- atau puasa kafarah. Maka siapa yang meninggalkan macam-macam puasa tersebut maka walinya mempuasakannya. Dan wali itu adalah kerabat dekatnya, dan jika dipuasakan oleh selainnya maka itu juga bisa.
 Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah ditanya oleh seseorang, ia berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dan beliau memiliki tanggungan puasa sebulan, apakah aku mempuasakannya?" Beliau menjawab: "Bagaimana menurutmu seandainya ibumu punya hutang apakah engkau bisa membayarkannya? Maka bayarkanlah hutang kepada Allah karena hak Allah lebih layak ditunaikan." (HR. Muslim)
Dalam Musnad Ahmad dengan sanad yang shahih, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma: Ada seorang wanita berkata: Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal dan ia punya hutang puasa Ramadhan, apakah aku (boleh) mempuasakannya? Beliau menjawab, "Puasakanlah ibumu!"
Wanita tadi menjelaskan, puasa yang dimaksud adalah puasa Ramadhan. Lalu Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallammemerintahkannya untuk berpuasa.
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa ini berlaku untuk pembayaran puasa Ramadhan dan selainnya. Tidak ada yang menunjukkan bahwa itu khusus untuk puasa nadzar. Karenanya pendapat takhsis ini merupakan pendapat yang marjuh lagi lemah. Yang benar bahwa ini berlaku secara umum.
Tetapi jika orang yang sengaja tidak berpuasa Ramadhan bukan karena meremehkan, tapi ia berbuka karena sakit, menyusui atau karena hamil, lalu ia meninggal dan tidak mampu mengqadha'nya, maka tidak ada tanggungan baginya dan bagi ahli warisnya karena sebab syar'i tersebut. Baik itu mengqadha' puasa maupun ith'am (memberi makan). Adapun jika ia telah sembuh dari sakitnya dan memungkinkannya berpuasa lalu ia menggampangkannya (tidak segera menunaikannya), maka dianjurkan untuk dibayarkan puasanya. Begitu juga wanita yang menyusui dan sakit, jika setelah itu keduanya telah mampu mengqadha'nya, tapi ia menggampangkannya, maka dibayarkan hutang keduanya. Wallahu Ta'ala A'lam.