Hukum Menguburkan Jenazah Berikut Peti Matinya

Diposting oleh Mutiarahikmah on Jumat, 15 Februari 2013




Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
Pada prinsipnya Islam mengajarkan kesederhanaan dalam proses penguburan jenazah. Kain kafan pun lebih utama yang murah, bukan yang mahal, karena toh pada akhirnya hanya akan menjadi sesuatu yang terbuang percuma. Dan mahal atau murahnya kain kafan yang digunakan, sama sekali tidak ada pengaruhnya buat jenazah di alam kuburnya.
Hukum Peti Kayu Jenazah
Memang ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang hukum menguburkan jenazah dengan menggunakan peti mati yang terbuat darikayu.
Di dalam kitab Al-Fiqhu 'ala Mazahibil Arba'ah terbitan Departemen Waqaf Mesir, disebutkan perbedaan pandangan para ulama dalam masalah ini.
  • Mazhab Al-Malikiyah menyebut bahwa menguburkan jenazah dengan kotak kayu merupakan perbuatan khilaful awla. Maksudnya sesuatu yang bertentang dengan keutamaan.
  • Sedangkan mazhab Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi'iyahmenyebutnya sebagai makruh, kecuali karena ada hajat. Misalnya, tanahnya lembek sehingga akan menyulitkan proses penguburan.
  • Mazhab Al-Hanabilah menyebutkan bahwa hukumnya makruh secara mutlak, tanpa kecuali dan apa pun alasannya.
Dalam kitab Al-Fatawa Al-Islamiyah Syeikh Abdul Majid Salim, jilid 4 halaman 1264, disebutkan bahwa menguburkan jenazah dalam peti kayu hukumnya karahah (dibenci). Kecuali bila tanahnya terlalu lembek. Namun bila jenazahnya perempuan, maka lebih utama menggunakan peti, demi menjaga aurat dan kehormatannya, terutama saat menurunkan jenazah.
Majelis Al-Majma' Al-Islami yang berada di bawah naungan Rabithah Alam Al-Islami dalam fatwanya tentang menguburkan jenazah di dalam peti matinya, menyebutkan bahwa:
  1. Setiap amal dan sikap yang dilakukan oleh seorang muslim dengan maksud untuk menyerupai perbuatan orang non muslim, hukumnya mahdzhur syar'an dan terlarang secara syariah dengan dasar hadits nabawiyah.
  2. Dan menguburkan jenazah di dalam peti mati, kalau niatnya untuk menyerupai orang kafir, maka hukumnya haram. Tapi kalau niatnya bukan karena ingin menyerupai orang kafir, maka hukumnya makruh. Selama tidak ada hajat, maka bila ada hajat hukumnya tidak mengapa.
Di dalam tafsir Al-Jami' li Ahkamil Quran karya Al-Imam Al-Qurthubi jilid 10 halaman 381, disebutkan bahwa menguburkan jenazah dalam peti kayu hukumnya boleh, terutama bila tanahnya lembek.
Diriwayatkan bahwa Nabi Danial dikuburkan di dalam peti yang terbuat dari batu. Dan disebutkan juga bahwa Nabi Yusuf'alaihissalam dikuburkan dalam peti dari kaca dan dimasukkan ke dalam sumur, karena takut akan disembah jasadnya. Hingga sampai zaman Nabi Musa, jenazah itu kemudian diangkat dan dimasukkan ke kuburan nabi Ishak. Namun riwayat ini tidak didukung oleh dasar yang kuat.

Bolehkah Mengubur Mayat dengan Peti Mati, Bagaimanakah Metode Mengubur yang Islami?




Mengenai hukum menguburkan jenazah bersama peti matinya, maka perlu dilihat alasan dilakukannya:
  • Jika itu dilakukan dlm rangka tasyabbuh (meniru) orang-orang kafir, maka hukumnya jelas tak boleh berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak yang mengharamkan tasyabbuh kepada orang kafir.
  • Jika itu dilakukan karena ada keadaan darurat yang mengharuskan, misalnya tanahnya lembek sehingga susah menguburkan mayat di dalamnya atau dikhawatirkan akan digali oleh binatang buas atau udzur lain yang mengharuskan. Maka jika demikian keadaannya, maka sebagian ulama membolehkannya.
  • Jika itu dilakukan bukan dgn niat tasyabbuh kepada orang kafir & juga bukan dlm keadaan darurat seperti pada keadaan kedua di atas, maka para ulama menyatakannya sebagai amalan yang bid’ah dikarenakan menguburkan dgn peti mati bukanlah metode penguburan Islami. Karenanya tak ada satupun riwayat yang menyebutkan adanya penguburan mayit beserta peti matinya pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, padahal hal itu memungkinkan utk dikerjakan.
Catatan:
  1. Ketiga hukum di atas berlaku utk mayit lelaki & wanita tanpa ada perbedaan.
  2. Jika mayit sebelum dia meninggal berwasiat utk dikuburkan dlm peti mati, maka wasiatnya tak boleh ditunaikan, kecuali jika keadaannya sesuai dgn keadaan kedua di atas.
Demikian rangkuman dari ucapan-ucapan para ulama dlm permasalahan ini, wallahu A’lam bishshawab.
[Sumber: Al-Mughni: 2/379, Al-Inshaf: 4/340, Mughni Al-Muhtaj: 4/343, & Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah no. 1705, 3913, 4731]
Wallahu 'alam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,