Hukum Aborsi Bagi Wanita yang Diperkosa

Diposting oleh Mutiarahikmah on Rabu, 04 Desember 2013


Apabila seorang wanita diperkosa kemudian hamil, apakah wanita ini boleh menggugurkan kandungannya?
Sekelompok ulama telah membahas hukum yang berkaitan dengan kasus ini. Secara global, mungkin dapat kita katakan bahwa apabila prinsip Islam adalah menghilangkan segala kesukaran, kesulitan, kekerasan dan menepis hal-hal yang memudharatkan serta kemudaratan yang besar dapat dihilangkan dengan kemudaratan yang lebih ringan dan kebutuhan primier menempati posisi hukum darurat baik secara umum maupun khusus.
Maka berdasarkan prinsip ini, apabila seorang muslimah yang merdeka dan suci dihadapkan kepada peristiwa na’as seperti ini dan dikhawatirkan akan menjadi bahan pergunjingan serta dikhawatirkan hal itu akan menjadi aib pada dirinya selamanya atau dikhawatirkan akan tertimpa kemudaratan, misalnya ancaman pembunuhan atau dikhawatirkan akan timbul penyakit mental dan saraf pada wanita tersebut atau dapat mengganggu akalnya atau aib tersebut merembet pada seluruh keluarga yang tidak terlibat dalam kasus itu atau hal-hal lainnya, maka semoga tidak mengapa jika ia menggugurkan janinnya pada hari-hari pertama kehamilannya dengan syaratsebagai berikut:
  1. Kasus perkosaan tersebut memenuhi persyaratan yang berkaitan dengan bab pemaksaan. (*)
  2. Pengguguran janin itu dilakukan secepatnya setelah kasus tersebut terjadi. Sebab apabila ditunda, berarti si wanita rela dengan janin yang ia kandung.
  3. Penguguran janin dilakukan sebelum janin ditiupkan ruh.
  4. Penguguran tersebut dilaksanakan berdasarkan izin resmi yang membenarkan terjadinya kasus perkosaan terhadap wanita yang bersangkutan dan di bawah pengawasan dokter yang terpercaya dengan memperhatikan keselamatan si ibu janin.
(*)
Pemaksaan yang dipandang oleh syariat adalah orang yang dipaksa tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk menolak dan tidak ada pilihan lain, syarat-syaratnya adalah:
  1. Orang yang memaksa sanggup untuk melaksanakan ancamannya sementara orang yang diancam tidak mampu menolaknya dan tidak pula dapat melarikan diri.
  2. Orang yang dipaksa memperkirakan apabila ia tidak memenuhi perintah si pemaksa maka si pemaksa benar-benar akan melaksanakan ancamannya tersebut.
  3. Ancaman tersebut langsung akan dilaksanakan.
  4. Orang yang dipaksa tidak melihat ada pilihan lain untuk dirinya.
Di antara mereka yang membolehkan menggugurkan kandungan dari hasil perkosaan adalah Syaikh Jadu al-Haq,  Dr. Al-Buthi, Dr. Hilali Ahmad dan Sa’iduddin al-Hilali.
Adapun kesimpulan dari pendapat Syaikh Jadul al-Haq adalah, “Menurut kesepakatan para ulama tidak boleh menggugurkan kandungan hasil perkosaan setelah ditiupkan ruh. Adapun sebelumnya ada perbedaan pendapat tentang boleh dan tidaknya menggugurkan janin tersebut. Boleh jadi wanita ini mendapat dispensasi khusus yang membolehkannya untuk menggugurkan janin yang ada di dalam kandungannya pada hari-hari pertama kehamilannya dan tidak boleh menggugurkan kandungan kecuali atas dasar alasan yang syar’i.
Adapun fatwa yang dikeluarkan oleh mayoritas ulama thaun 1413 H tentang kaum muslimah Bosnia dan Herzegovina yang hamil akibat perkosaan yang dilakukan oleh pasukan Serbia bahwa mereka tidak boleh menggugurkan kandungannya, dijawab Dr. Ibrahim Rahim, “Mungkin maksud mereka adalah menggugurkan setelah ditiupkan ruh. Jika demikian, maka pendapat ini dapat diterima. Adapun sebelumnya, saya kira mereka tidak bermaksud demikian, sebab mereka memberikan dispensasi pada beberapa kondisi yang tidak seberat kasus perkosaan ini dan dispensasi itu mereka tetapkan sebelum mempertimbangkan penyakit yang mungkin akan menimpa si ibu.” Wabillahi at-taufiq.