Tidur, Sesudah Subuh dan Sebelum Isya, Bolehkah?

Diposting oleh Mutiarahikmah on Selasa, 23 April 2013



Tidur, bagi kebanyakan orang merupakan kegiatan yang menyenangkan. Bahkan tak jarang kita menemui seseorang yang menjadikan tidur sebagai hobinya. :)Umumnya, ketika kita tidur, kita akan merilekskan sebagian besar organ tubuh atau dengan kata lain kita mengistirahatkan organ kita dari aktivitas seharian sehingga ketika kita bangun kita merasa lebih segar dan nyaman. Kecuali jika tidurnya kelebihan. Bukan segar yang kita peroleh malahan lesu dan lemas bahkan terkadang kita pusing. (Pengalaman pribadi, hhehehe…)
Tidur menjadi sesuatu yang esensi dalam kehidupan kita. Karena dengan tidur, kita menjadi segar kembali. Tubuh yang lelah, urat-urat yang mengerut, dan otot-otot yang dipakai beraktivitas seharian, bisa meremaja lagi dengan melakukan tidur.
Waktu yang dibutuhkan untuk tidur bagi orang dewasa berkisar 8 jam setiap hari. Namun, pekerjaan yang menyita waktu, menonton televisi dan kegiatan lain pada malam hari membuat hanya sedikit orang yang benar-benar tidur dalam jangka waktu tersebut.
Ada banyak yang dilakukan saat kita tidur. Saat tidur, tubuh kita juga memperbaiki sel-sel yang rusak dalam tubuh juga membuat pikiran kita menjadi lebih tenang. Kurang tidur dapat menyebabkan emosi yang tidak stabil, lelah, berkurangnya kemampuan berpikir. Sayangnya, banyak orang yang merasa sulit tidur saat malam hari. Walaupun sudah berniat untuk tidur, tapi mata tidak bisa terpejam dan tidak ada rasa kantuk.
Tetapi bukan itu yang mau saya angkat pada artikel ini. Tetapi, ternyata di dalam islam ada waktu tidur yang dianjurkan oleh Rasulullah Sallallaahu ‘alayhi Wasallam untuk tidak dilakukan. Walaupun dalam islam semua perbuatan itu bisa menjadi ibadah termasuk tidur, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Sallallaahu ‘alayhi Wasallam.
1. Tidur di Pagi Hari Setelah Shalat Shubuh
Dari Sakhr bin Wadi’ah Al-Ghamidi radliyallaahu ‘anhu bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
”Ya Allah, berkahilah bagi ummatku pada pagi harinya”
(HR. Abu dawud 3/517, Ibnu Majah 2/752, Ath-Thayalisi halaman 175, dan Ibnu Hibban 7/122 dengan sanad shahih).
Ibnul-Qayyim telah berkata tentang keutamaan awal hari dan makruhnya menyia-nyiakan waktu dengan tidur, dimana beliau berkata:
“Termasuk hal yang makruh bagi mereka – yaitu orang shalih – adalah tidur antara shalat shubuh dengan terbitnya matahari, karena waktu itu adalah waktu yang sangat berharga sekali. Terdapat kebiasaan yang menarik dan agung sekali mengenai pemanfaatan waktu tersebut dari orang-orang shalih, sampai-sampai walaupun mereka berjalan sepanjang malam mereka tidak toleransi untuk istirahat pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Karena ia adalah awal hari dan sekaligus sebagai kuncinya. Ia merupakan waktu turunnya rizki, adanya pembagian, turunnya keberkahan, dan darinya hari itu bergulir dan mengembalikan segala kejadian hari itu atas kejadian saat yang mahal tersebut. Maka seyogyanya tidurnya pada saat seperti itu seperti tidurnya orang yang terpaksa” (Madaarijus-Saalikiin 1/459).
2. Tidur Sebelum Shalat Isya’
Diriwayatkan dari Abu Barzah radlyallaahu ‘anhu :
”Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam membenci tidur sebelum shalat isya’ dan mengobrol setelahnya” (HR. Bukhari 568 dan Muslim 647).
Mayoritas hadits-hadits Nabi menerangkan makruhnya tidur sebelum shalat isya’. Oleh sebab itu At-Tirmidzi (1/314) mengatakan:
“Mayoritas ahli ilmu menyatakan makruh hukumnya tidur sebelum shalat isya’ dan mengobrol setelahnya.”
Dan sebagian ulama’ lainnya memberi keringanan dalam masalah ini. Abdullah bin Mubarak mengatakan :
“Kebanyakan hadits-hadits Nabi melarangnya, sebagian ulama membolehkan tidur sebelum shalat isya’ khusus di bulan Ramadlan saja.”
Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul-Baari (2/49) :
“Di antara para ulama melihat adanya keringanan (yaitu) mengecualikan bila ada orang yang akan membangunkannya untuk shalat, atau diketahui dari kebiasaannya bahwa tidurnya tidak sampai melewatkan waktu shalat. Pendapat ini juga tepat, karena kita katakan bahwa alasan larangan tersebut adalah kekhawatiran terlewatnya waktu shalat.”