KEUATAMAAN PUASA SYAWAL

Diposting oleh Mutiarahikmah on Selasa, 21 Agustus 2012


Oleh M Zaenal Muhyidin[*]
“Barangsiapa berpuasa Ramadan kemudian ia iringi dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seolah-olah berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim)
Alhamdulillah wasyukrulillaah, kita baru saja selesai melaksanakan puasa Ramadan selama sebulan penuh dan diakhiri dengan Idul Fitri. Puasa Ramadan adalah fardu ain dan termasuk salahsatu rukun Islam, makanya puasa Ramadan wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang balig, berakal, sehat, dan bermukim (tidak sedang dalam perjalanan/musafir), serta tidak mempunyai halangan yang secara syar’i tidak boleh berpuasa, seperti haid dan nifas bagi perempuan. Begitu juga Idul fitri sebagai hari perayaan akan “kemenangan” menahan hawa nafsu dari hal-hal yang  dapat membatalkan puasa seperti makan, minum, dan nafsu syahwat, telah kita lewati juga dan kita rayakan bersam-sama dengan penuh khidmah, gembira, bahkan sukacita yang tiada terhingga. Kini saatnya, di bulan Syawal ini kita kembali untuk melaksanakan sesuatu yang dipandang perbuatan baik, bahkan Sunnah Rasulullah Saw. yaitu puasa Syawal.
Puasa Syawal merupakan salahsatu amalan ibadah (perbuatan ibadah)  tathawu’ (sukarela) yang pelaksanaannya tidak mengikat dan memaksa harus dilaksanakan  bagi setiap mukallaf. Akan tetapi, puasa syawal hanya bersifat anjuran yang apabila dilaksanakan akan mendapat pahala dan jika tidak dilaksanakakan tidak akan mendapatkan apa-apa (tidak berdosa). Namun, sayang, jika kita sebagai umat muslim yang beriman tidak melaksanakan amalan sunnah ini. Selain karena pahalanya yang besar juga karena puasa syawal merupakan amalan yang sangat dicintai oleh Allah dan Rasululullah Saw.  
Ulama kontemporer, Dr. Yusuf Qardhawi dalam salahsatu kitabnya, “Fiqh Ash-Shiyaam” menjelaskan, bahwa penunaian kewajiban seperti Shalat fardu, menunaikan Zakat, Puasa Ramadan, dan Haji, merupakan sarana yang dapat mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah Swt. Sedangkan penunaian sunnah akan dapat mengantarkannya kepada cinta kepada Allah Swt dan Rasulullaah Saw.
Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah Saw. dalam hadits qudsinya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah,“Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku lebih utama daripada yang Ku-wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-ku dengan amalan sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang melaluinya ia bisa mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia bisa melihat, menjadi tangannya yang dengannya ia bisa memukul, dan menjadi kakinya yang melaluinya ia dapat melangkah. Jika ia meminta kepada-Ku, niscaya Ku-beri dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, niscaya Kulindungi.”
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari pula, Rasulullah Saw bersabda, “Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari)

Cara melaksanakan Puasa Syawal
Pelaksanaan puasa Syawal, apakah diawal bulan yaitu mulai tanggal 2 sampai dengan tanggal 7 Syawal (berturut-turut), berselang-selang sehari puasa sehari tidak dan seterusnya sampai 6 hari, atau diakhir bulan Syawal? Hal inilah yang menjadi perdebatan para ulama, khususnya para ulama ahli fikih.  Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, 8/56 mengatakan, “Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa paling afdhol (utama) melakukan puasa syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri. Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.”
Namun Imam Malik berpendapat bahwa puasa dihari-hari yang enam ini adalah makruh, karena dikhawatirkn dianggap bagian dari Ramadan. Sehingga orang-orang akan mewajibkannya dan mengingkari orang yang meninggalkannya. Hukum makruh di sini menurut Imam Syatibi sebagaimana dijelaskan Yusuf Qardhawi adalah dalam konteks sad adz-dzara’i (menutup pintu kemunkaran). Menurut Syatibi, memang beberapa orang awam mengalami hal semacam ini, mereka mempertahankan tradisi Ramadan, seperti memberi penerangan tempat azan dan tempat lalu lalangnya orang-orang yang sahur, hingga hari ke tujuh bulan Syawal. Namun menurut Syatibi pula, penyimpangan ini tidak harus dibenturkan dengan sunah. Orang yang belum tahu harus diberi tahu. Yusuf Qardhawi sendiri memilih puasa Syawal cukup pada hari-hari bulan Syawal. Artinya ia tidak melakukannya secara berturut-turut mulai dari tanggal 2 sampai dengan tangal 7 Syawal (hari setalah shalat Idul Fitri) melainkan pada hari-hari bulan Syawal.
Melihat berbagai pendapat seperti diatas tentang bagaimana cara melaksanakan puasa Syawal, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Puasa Syawal dilaksanakan selama enam hari; 2) Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fithri, namun tidak apa-apa jika diakhirkan asalkan masih di bulan Syawal; 3) Lebih utama dilaksanakan secara berurutan namun tidak apa-apa jika dilaksanakan tidak berurutan (berselang-selang); 4) Usahakan untuk menunaikan qodho’ puasa terlebih dahulu agar mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh. Dan ingat bahwa puasa Syawal adalah puasa sunnah sedangkan qodho’ Ramadhan adalah wajib. Sudah semestinya ibadah wajib lebih didahulukan daripada yang sunnah.

Keutamaan Puasa Syawal
Puasa syawal merupakan puasa sunnah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan. Selain karena pahalanya yang besar yaitu sama dengan puasa setahun penuh juga kerena banyak keutamaannya. Barangsiapa yang berpuasa syawal tiap tahun sepanjang umur, maka pahalanya sama dengan puasa  terus-menerus sepanjang umurnya. Hal ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah Saw., “Puasa sebulan dikalikan sepuluh bulan, puasa enam hari (di bulan Syawal) disamakan dengan dua bulan, maka yang demikian itu (sama dengan) puasa setahun.”
Begitu juga dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tsauban, Rasulullah Saw., bersabda: “Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)
Penjelasan dari kedua hadits tersebut adalah bahwa orang yang melakukan satu kebaikan akan mendapatkan sepuluh kebaikan yang sama. Puasa Ramadhan selama sebulan berarti akan sama pahalanya dengan puasa 10 bulan. Puasa Syawal enam hari berarti akan sama pahalanya dengan puasa 60 hari atau 2 bulan. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa Ramadan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka ia akan mendapatkan puasa seperti setahun penuh. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56 dan Syarh Riyadhus Sholihin, 3/465).
Sedangkan keutamaan puasa Syawal banyak sekali. Sedikitnya ada 6 (enam) keutamaan puasa Syawal yang dapat kita peroleh jika kita melaksanakannya, yaitu, 1) Puasa Syawal akan menggenapkan pahala berpuasa setahun penuh seperti bunyi hadits di atas; 2) Puasa Syawal seperti halnya shalat sunnah Rawatib dapat menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib. Artinya, apabila dalam melaksanakan puasa Ramadan (puasa wajib) ada bahkan banyak kekurangan, maka puasa Syawal-lah (puasa sunnah) yang dapat menutupi dan menyempurnakan daripada kekurangan tersebut (lihat Latha’if Al-Ma’arif, Ibnu Rajab Al-Hambali, hal. 394).
3) Melaksanakan puasa Syawal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadan. Allah Swt akan membalas perbuatan yang baik dengan yang baik pula. Puasa Ramadan adalah perbuatan baik, maka jika kita melaksanakan puasa Ramadan dengan penuh ikhlas dan mengharap ridlo Allah Swt maka Allah akan memberi petunjuk kita untuk melakukan kebaikan-kebaikan setelahnya. Begitu pula jika Allah Swt. menerima amalan baik seseorang maka seseorang itu akan diberi petunjuk oleh Allah Swt untuk melakukan amalan yang baik pula pada waktu dan tempat yang berbeda. Hal inilah yang dijelaskan dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 8/417, Daar Thoyyibah, cetakan kedua, 1420 H (Tafsir Surat Al Lail) yang berbunyi, “Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.” 4)Melaksanakan puasa syawal merupakan bentuk syukur pada Allah; 5) Melaksanakan puasa Syawal berarti menyehatkan diri kita. Sebagaimana sabda Rasulullaah Saw., “Shuumuu Tashihuu”,berpuasalah, maka akan sehat.. 6) Melaksanakan puasa Syawal menandakan bahwa ibadahnya kontinu (terus-menerus) dan bukan musiman saja yaitu pada bulan Ramadan.
Terakhir, mari kita renungkan apa yang dikatakan Ibnu Rajab dalam kitab Latho-if Al Ma’arif, hal. 399, beliau berkata:  ”Barangsiapa melakukan dan menyelesaikan suatu ketaaatan, maka di antara tanda diterimanya amalan tersebut adalah dimudahkan untuk melakukan amalan ketaatan lainnya. Dan di antara tanda tertolaknya suatu amalan adalah melakukan kemaksiatan setelah melakukan amalan ketaatan. Jika seseorang melakukan ketaatan setelah sebelumnya melakukan kejelekan, maka kebaikan ini akan menghapuskan kejelekan tersebut. Yang sangat baik adalah mengikutkan ketaatan setelah melakukan ketaatan sebelumnya. Sedangkan yang paling jelek adalah melakukan kejelekan setelah sebelumnya melakukan amalan ketaatan. Ingatlah bahwa satu dosa yang dilakukan setelah bertaubat lebih jelek dari 70 dosa yang dilakukan sebelum bertaubat. ... Mintalah pada Allah agar diteguhkan dalam ketaatan hingga kematian menjemput. Dan mintalah perlindungan pada Allah dari hati yang terombang-ambing.”